Arti Kata

Mengenal Apa Itu Meeting of Minds yang Bisa Bikin Kuat Maruf Bebas Kasus Pembunuhan Brigadir J

Penulis: Nina Yuniar
Editor: Ananda Putri Octaviani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa Kuat Maruf, sopir eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dalam sidang lanjutan perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (2/1/2023). Ahli yang meringankan Kuat Maruf menjelaskan soal Meeting of Minds, apa itu?

TRIBUNGORONTALO.COM - Terdakwa Kuat Maruf dinilai dapat terbebas dari ancaman pidana terkait kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).

Pasalnya, ahli hukum pidana yang meringankan Kuat Maruf menyebut syarat utama dalam tindak pidana penyertaan ialah Meeting of Minds.

Sedangkan, Kuat Maruf menyatakan ketidaterlibatannya dalam rencana majikannya, eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan Brigadir J.

Apa Itu Meeting of Minds?

Dilansir TribunGorontalo.com dari Cornell Law School, Meeting of Minds adalah persetujuan aktual oleh kedua belah pihak untuk pembentukan kontrak termasuk kesepakatan tentang syarat, ketentuan, dan pokok bahasan yang sama.

Baca juga: Apa Itu MMPI, Tes yang Dijalani Bharada E hingga Ketahuan Alami Kendala Psikologis Hipomania

Meskipun pertemuan pikiran atau Meeting of Minds diperlukan di bawah teori persetujuan subyektif tradisional, doktrin kontrak modern hanya membutuhkan manifestasi persetujuan yang obyektif.

Dilansir TribunGorontalo.com dari The Business Professor, Meeting of Minds merupakan istilah hukum kontrak untuk menggambarkan keadaan di mana setiap pihak dalam kontrak mengetahui kesepakatan yang dicapai dalam kontrak dan kewajiban masing-masing pihak.

Meeting of Minds mengacu pada konsensus atau kesepakatan antara dua orang atau sekelompok orang.

Agar suatu kontrak menjadi sah atau sah, harus ada pertemuan pikiran antara para pihak.

Kesalahan, kelalaian, atau misrepresentasi saat membuat kesepakatan dapat berarti tidak adanya pertemuan pikiran.

Baca juga: Memahami Apa Itu Avoidance Conflict, Situasi Psikologis Bharada E yang Bikin Masalah Tak Selesai

Kata Ahli yang Meringankan Kuat Maruf

Terdakwa Kuat Maruf kembali menjalani sidang perkara pembunuhan berencana Brigadir J di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Senin (2/1/2023).

Dalam sidang tersebut pihak Kuat Maruf menghadir saksi ahli meringankan yakni Ahli Hukum Pidana Muhammad Arif Setiawan.

Arif menjelaskan bahwa dalam tindak pidana penyertaan dan syarat pembuktiannya.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Hipomania, Kendala Psikologis yang Dialami Bharada E Terdakwa Kasus Brigadir J

Merujuk Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan, Arif menyebut macam-macam bentuk tindak pidana penyertaan.

Untuk diketahui, Kuat Maruf didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Penyertaan ada beberapa bentuk," kata Arif di sidang PN Jakarta Selatan, Senin, seperti dilansir TribunGorontalo.com dari kanal YouTube KOMPASTV.

"Pasal 55 ayat (1) ke-1, akan dipidana sebagai pembuat orang yang melakukan perbuatan, orang yang turut serta melakukan perbuatan, dan orang menyuruh lakukan perbuatan pidana," lanjut Arif.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Tonic Immobility, Respons yang Berpotensi Kuat Dialami Putri Candrawathi

"Tentu bentuk-bentuk penyertaan itu mempunyai konsekuensi masing-masing di dalam pembuktiannya," imbuhnya.

Arif juga menyebutkan bahwa orang yang disuruh lakukan perbuatan pidana dalam tak dapat dihukum.

"Yang disuruh itu tidak bisa dipidana karena dia sebenarnya tidak mempunyai niat jahat sama seperti yang menyuruh," sebut Arif.

Arif kemudian mengatakan bahwa syarat utama tindak pidana penyertaan dalam bentuk turut serta yaitu adanya Meeting of Minds oleh para pelaku.

Baca juga: Apa Itu Visum et Repertum, Bukti Kuat yang Tak Dimilki Putri Candrawathi di Kasus Pelecehan Seksual

"Kalau bentuk turut serta berarti dua pihak atau lebih yang mempunyai kesepakatan bersama untuk sama-sama mempunyai kehendak, kehendak untuk mewujudkan delik atau terjadinya tindak pidana," ungkap Arif.

"Dengan demikian, kalau dikaitkan penyertaan tadi dengan persoalan kesengajaan, berkaitan dengan delik yang di situ ada kesengajaan, berarti kalau bentuknya turut serta, berarti antara peserta yang satu dengan peserta yang lain harus terjadi apa yang namanya kesepahaman pemikiran, meeting of minds untuk mewujudkan delik," terangnya.

"Dan di situ ketika dua pihak atau lebih, berarti harus terpenuhi syarat adanya double kesalahan karena kesalahannya itu harus sama antara para pelaku yang satu dengan yang lainnya karena ini semua punya kehendak untuk terjadinya delik. Kalau turut serta, berarti persyaratan utamanya adalah ada kehendak yang sama untuk mewujudkan delik." sambungnya.

Baca juga: Ahli Ungkap Hasil Tes Poligraf Ferdy Sambo dan Istrinya Terindikasi Berbohong, Apa Itu Poligraf?

Arif juga menyatakan bahwa belum tentu semua orang yang berada dalam suatu tempat kejadian perkara (TKP) terlibat dalam kejahatan yang terjadi.

"Kalau itu bentuknya adalah turut serta itu harus ada meeting of minds, maka tidak semua orang yang berada di dalam satu tempat ketika itu terjadi satu kejahatan itu berarti turut serta kan gitu." tutur Arif.

"Tergantung dari apakah orang yang ada di situ itu terjadi kesepahaman yang sama enggak untuk terjadinya kejahatan tadi yang dimaksud." tambahnya.

"Kalau itu ada kesepahaman yang sama di antara orang yang ada di situ, berarti ada meeting of minds-nya berarti dia turut serta. Tapi kalau tidak ada, berarti tidak ada keturutsertaan, itu semuanya sudah menyangkut tentang pembuktian saja," jelas Arif.

Baca juga: Apa Itu Dakwaan Kumulatif? Dakwaan Khusus untuk Ferdy Sambo yang Jadi Tersangka di 2 Kasus Yoshua

Sementara itu, pengacara Kuat Maruf, Irwan Irawan menegaskan bahwa kliennya tidak mengetahui rencana pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.

"Nah itu tadi yang kita mau tegasin bahwa Kuat Maruf sendiri tidak tahu-menahu akan adanya peristiwa di Duren Tiga karena dia tidak masuk dalam lingkup yang sempat ditemani bicara oleh Pak FS di lantai 3," ujar Irwan.

"Ahli sudah menegaskan bahwa harus ada permufakatan, harus ada kesepahaman dan maksud, dan niat di antara para pelaku yang menginginkan kematian seseorang kaitannya dengan pembunuhan berencana," imbuhnya.

Baca juga: Ronny Talapessy Rela Jadi Pengacara Pro Bono Bharada E di Kasus Brigadir J, Apa Itu Pro Bono?

Diberitakan sebelumnya, Brigadir J tewas ditembak di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat (8/7/2022).

Peristiwa penembakan yang menewaskan Brigadir J itu kemudian dinyatakan sebagai kasus pembunuhan berencana yang menjerat 5 orang pelaku antara lain:

- Ferdy Sambo;

- Putri Candrawathi istri Ferdy Sambo;

Baca juga: Beda dengan Ferdy Sambo, Bharada E Pilih Tak Ajukan Eksepsi, Apa Itu Eksepsi?

- Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E) ajudan Ferdy Sambo;

- Ricky Rizal Wibowo (Bripka RR) ajudan Ferdy Sambo; dan

- Kuat Maruf, sopir kelurga Ferdy Sambo-Putri Candrawathi.

Kelimanya kini didakwa dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun.

(TribunGorontalo.com/Nina Yuniar)