Berita Nasional

Resmi, Masa Tunggu Haji di Seluruh Provinsi Disamakan Jadi 26 Tahun, Tak Ada Lagi 40 Tahun

Mulai 2026, masa tunggu haji di seluruh provinsi disamakan jadi 26 tahun. Tak ada lagi antrean hingga puluhan tahun seperti sebelumnya.

maps
HAJI - Mulai 2026, masa tunggu haji di seluruh provinsi disamakan jadi 26 tahun. Tak ada lagi antrean hingga puluhan tahun seperti sebelumnya. 

TRIBUNGORONTALO.COM -- Pemerintah Indonesia kini resmi menyamakan masa tunggu jemaah haji di seluruh provinsi.

Masa tunggu yang dari 40 tahun kini dipangkas menjadi 26 tahun saja.

Kebijakan ini pun akan berlaku mulai pada 2026 nanti.

Dilansir dari Serambinews.com, Wakil Menteri Haji dan Umrah Dahnil Anzar Simanjuntak menyampaikan bahwa masa tunggu jemaah haji tiap provinsi kini sama, yakni 26 tahun.

Masa tunggu ini berbeda dari penyelenggaraan ibadah haji tahun sebelumnya, yang bervariasi hingga paling lama sekitar 47 tahun.

"Seperti tadi saya sebutkan, masa tunggu semuanya sama sekitar 26 tahun," kata Dahnil dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI di Kompleks DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (28/10/2025).

Dahnil menjabarkan, penghitungan kuota tiap provinsi pun relatif berbeda dengan tahun 2025.

Pada penyelenggaraan haji tahun 2025, kuota tiap provinsi tidak memiliki landasan hukum.

Baca juga: Terlalu Lama Duduk di Belakang Meja? Hati-hati, Ini Kondisi Kesehatan yang Harus Kamu Alami

Sedangkan rencana kuota tahun 2026 telah sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam UU Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PIHU).

Dahnil menyebut, pembagian kuota lebih berprinsip pada keadilan karena provinsi dengan jumlah pendaftar haji lebih banyak akan mendapat kuota lebih banyak.

"Dampak dari pembagian kuota dengan pola penghitungan baru tersebut, akan ada 10 provinsi yang akan mengalami penambahan kuota dan berdampak pengurangan waktu tunggu. Dan 20 provinsi yang mengalami pengurangan kuota, berdampak menambah waktu tunggu," kata dia.

Sebelumnya, Dahnil mengatakan alokasi kuota haji antar-provinsi selama ini dinilai tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Bahkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah beberapa kali merekomendasikan agar pemerintah melakukan evaluasi terhadap metode perhitungan kuota tersebut.

“BPK berulang kali merekomendasikan bahwa perhitungan kuota per provinsi selama ini tidak merujuk pada undang-undang. Karena itu, mulai sekarang, perhitungan harus kembali ke dasar hukum," ujarnya.

Menurut Dahnil, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, mengatur bahwa kuota haji ditentukan berdasarkan dua faktor utama, yakni jumlah penduduk Muslim per provinsi dan jumlah daftar tunggu (waiting list).

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved