Kasus Oknum ASN Gorontalo

Amin Ramadhan, ASN Gorontalo Utara Beberkan Bukti Klarifikasi Dugaan Pelecehan yang Menjeratnya

Amin Ramadhan buka kronologi dugaan pelecehan anak di Gorontalo, jelaskan somasi, klarifikasi keluarga, dan proses laporan polisi.

|
TribunGorontalo.com/Jefry Potabuga
DUGAAN PELECEHAN -- Terlapor dalam kasus dugaan pelecehan terhadap anak di bawah umur di Kota Gorontalo, Mohammad Amin Ramadhan, bersama keluarga menyampaikan klarifikasi melalui konferensi pers, Kamis (13/11/2025) 

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo -- Mohammad Amin Ramadhan, Aparatur Sipil Negara (ASN) Gorontalo Utara klarifikasi atas kasus dugaan pelecehan yang dilakukannya kepada anak di bawah umur.

Dalam konferensi persi, Amin tak datang hanya membawa diri, melainkan dia memperlihatkan sejumlah bukti serta menghadirkan kedua orangtuanya dan juga saksi.

Bukti-bukti tersebut berupa video penyerahan mahar serta rekaman CCTV dan sejumlah foto untuk meluruskan fakta yang sebenarnya terjadi.

Melalui bukti ini juga dia membantah tuduhan yang selama ini tersebar di publik.

Dalam klarifikasinya, Amin menegaskan hubungan antara dia dan pelapor (S) hanya memiliki status hubungan sebagai teman dekat dan pernah berniat untuk menikahinya.

Amin mengaku saat itu dia datang menemui kedua orang tua S untuk meminta izin menikahi putri mereka.

“Pada 4 Mei 2025 saya dan keluarga dari pihak perempuan membicarakan rencana pernikahan,” kata Amin.

Dalam pertemuan itu disepakati uang mahar sebesar Rp100 juta sebagai biaya untuk persiapan pernihakan yang rencananya akan digelar usai Lebaran Idul Adha.

Uang itu kata Amin, semata-mata sebagai uang penikahan bukan sogokan ataupun uang tutup mulut.

“Uang itu adalah mahar, bukan sogokan atau imbalan apa pun. Itu murni titipan karena kami sudah sepakat akan menikah,” ujarnya.

Selain itu, ada pula akta notaris yang dibuat sebagai bentuk kesepakatan antara kedua keluarga.

Baca juga: Meski Terkendala, Kasus Dugaan Kekerasan Seksual oleh ASN Gorut Segera Naik ke Penetapan Tersangka

Dalam akta tersebut ada lima poin yang menjadi catatannya mulai dari penyerahan mahar, komitmen untuk tidak melakukan hubungan layaknya suami istri sebelum pernihakan hingga hak keluarga laki-laki setelah pernikahan.

Kata Amin, seluruh poin dalam akta notaris itu diterima oleh keluarga perempuan terkecuali satu hal yang tertera di poin nomor 5 yakni pihak orang tua perempuan diminta menjaga kehormatan dan martabat anaknya hingga hari pernikahan.

Poin kelima tersebut sempat menjadi perdebatan, orang tua dari S meminta agar poin itu dihapus dari akta.

“Padahal menurut saya wajar orang tua menjaga anaknya. Tapi point itu justru diminta dihapus,” ucapnya.

Setelah terjadi kesepahaman tersebut, muncul isu bahwa S diduga telah menginap bersama laki-laki lain di salah satu hotel di Kota Gorontalo.

Foto dari rekaman CCTV di hotel itu hingga saksi pun diperlihatkan Amin dalam konferensi pers tersebut.

Permasalahan itu Amin mengaku telah menindaklanjuti dengan mendatangi rumah pelapor pada 24 dan 29 Mei 2025.

Amin mengatakan bahwa saat itu ia ingin bertemu dengan orang tua pelapor, namun tidak ada jawaban.

Baca juga: Modus Halus Oknum ASN di Gorontalo: Pacari Anak di Bawah Umur hingga Dipaksa Layani Teman-temannya

Selain itu, pamannya pun melakukan yang sama namun hasilnya tetap nihil.

Keluarga pelapor saat itu kata Amin, menolak untuk berkomunikasi lebih lanjut. 

"Ibu saya mendatangi rumahnya di tanggal 31 Mei 2025  namun tidak ada jawaban," ucapnya. 

Karena tak ada tanggapan dari keluarga perempuan, Amin pun mengambil jalur hukum dengan melalui somasi sebanyak dua kali yakni pada 15 Juli dan 25 Juli 2025 sebelum akhirnya laporan yang ditujukan ke Polresta Gorontalo Kota.

“Jadi itu ada runtutan prosesnya, tidak seperti yang beredar mereka yang melapor di Polda mereka langsung tersangka," katanya. 

Ia pun menambahkan, klarifikasi ini semata-mata hanya ingin meluruskan informasi yang berkembang dimasyarakat mengenai dirinya. (*)

Sebelumnya, seorang ibu di Kota Gorontalo melaporkan dugaan kekerasan seksual terhadap anaknya yang masih di bawah umur.

Laporan tersebut telah diterima oleh Polda Gorontalo pada 26 Mei 2025 dan kini tengah ditangani oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA).

Pelaku diduga sebagai oknum aparatur sipil negara (ASN) Gorontalo Utara dan merupakan lulusan sekolah elit khusus pegawai.

Sementara pelaku lainnya adalah dua pria yang merupakan teman pelaku utama.

Dalam wawancara dengan Tribun Gorontalo pada Jumat (7/11/2025), ibu korban berinisial Y mengungkapkan bahwa anaknya mengalami kekerasan seksual berulang sejak awal tahun 2025.

Korban awalnya menjalin hubungan asmara dengan pelaku utama, namun hubungan tersebut berubah menjadi jerat manipulatif.

Korban dipaksa melayani nafsu pelaku, bahkan diminta untuk tidak menolak saat pelaku mengajak dua temannya ikut melakukan tindakan yang sama.

Peristiwa ini terjadi berulang kali di berbagai lokasi, termasuk penginapan, kos-kosan, dan mobil pribadi pelaku.

“Yang saya tahu kejadian itu terjadi dari bulan Februari 2025 sampai dengan bulan puasa. Mereka melakukan itu berulang kali,” jelas Y.

Korban mengaku diancam agar tidak melawan, bahkan dijanjikan akan dinikahi sebagai bentuk “tanggung jawab”. Namun, ancaman dan tekanan terus berlanjut.

“Anak saya dipaksa, dia diancam. Katanya pelaku mau tanggung jawab, tapi malah ngajak teman-temannya,” ujar sang ibu.

Modus Kekerasan: Pijat, Kunci Kamar, dan Ancaman

Pendamping hukum korban, Tia Badaru, menjelaskan bahwa salah satu kejadian terjadi di indekos saat bulan puasa.

Korban diminta menunggu pelaku dengan alasan akan dipijat. Setelah itu, pelaku dan tukang pijat mengunci pintu kamar, mengambil ponsel korban, dan memaksa korban membuka pakaian.

“Handphone korban diambil, mulutnya ditutup, lalu mereka bilang buka bajunya dan langsung melakukan tindakan itu,” tegas Tia.

Modus serupa dilakukan berulang kali dengan orang yang berbeda. Korban tidak berani melapor karena takut dan merasa terikat secara emosional karena status pacaran.

“Mereka main bertiga. Anak ini takut melapor, dan karena baru pacaran, dia pikir itu bentuk kasih sayang,” tambahnya.

Mahar, Pertemuan Keluarga, dan Pembatalan Pernikahan

Setelah korban mulai menunjukkan tanda-tanda frustasi, keluarga pelaku dan korban sempat bertemu di sebuah rumah makan untuk membahas pemberian mahar.

Dalam pertemuan itu, korban mulai memberontak dan mengungkapkan bahwa dirinya telah dipaksa melayani pelaku dan teman-temannya.

Namun, saat pemberian mahar berlangsung, keluarga korban belum mengetahui bahwa anak mereka telah menjadi korban kekerasan seksual.

“Pas pemberian mahar itu, orang tua belum tahu anaknya sudah diapa-apain,” jelas Tia.

Pertemuan tersebut hanya dihadiri oleh kedua orang tua korban, orang tua pelaku, notaris, pelaku, dan korban.

Menurut Tia, ada permintaan dari keluarga pelaku agar tidak melibatkan keluarga lain.

Setelah pertemuan, korban sempat berbicara dengan pelaku dan meminta agar perbuatan tersebut tidak diulangi.

Namun, jawaban pelaku justru membuat korban semakin tertekan.

“Pelaku bilang, ‘Tidak apa-apa, hanya sekali-kali boleh,’” ucap Tia menirukan pengakuan korban.

Korban kemudian melarikan diri dari rumah dan tinggal di salah satu kos-kosan. Di sanalah seluruh kejadian mulai terbongkar.

Keluarga korban pun membatalkan rencana pernikahan dan melaporkan kasus ini ke Polda Gorontalo.

Laporan Balik: Keluarga Korban Jadi Tersangka Penggelapan Mahar

Tak lama setelah laporan kekerasan seksual dilayangkan, keluarga pelaku justru melaporkan balik keluarga korban ke Polresta Gorontalo Kota atas tuduhan penggelapan mahar sebesar Rp100 juta.

Ayah korban, I, mengaku terkejut saat dirinya ditetapkan sebagai tersangka.

Ia menegaskan bahwa uang tersebut adalah mahar dalam prosesi adat pernikahan, bukan pinjaman atau titipan.

“Uang itu kami pakai untuk persiapan. Kami gunakan untuk pernikahan. Itu kan pemberian, bukan titipan. Herannya kami malah dilaporkan penggelapan,” tegas I.

I juga mengungkapkan bahwa sebagian dana telah digunakan untuk membuat kue dan kebutuhan acara, bahkan keluarga pelaku sempat menerima dua toples kue hasil dari uang tersebut.

Yang membuat I heran, proses hukum terhadap dirinya berjalan lebih cepat dibanding laporan mereka ke Polda.

“Kami heran karena cepat sekali prosesnya. Tidak sampai satu bulan kami langsung jadi tersangka,” ujar I.

IS kini tengah bersiap memenuhi panggilan kedua dari penyidik Polres Gorontalo Kota pada Senin (10/11/2025).

Ia juga telah meminta waktu untuk menghadirkan saksi yang mengetahui bahwa uang tersebut memang mahar, bukan pinjaman.

“Saya sudah minta supaya saksi bisa saya hadirkan. Tapi sebelum itu, surat penetapan tersangka sudah keluar,” ungkapnya.

Keluarga korban berharap proses hukum berjalan transparan dan penyidik dapat menilai kembali duduk perkara yang sebenarnya.

Mereka meminta agar fokus utama tetap pada dugaan kekerasan seksual terhadap anak mereka, bukan hanya pada persoalan mahar.(*)

 

 

 

(TribunGorontalo.com/Jefri Potabuga)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved