Berita Kota Gorontalo

Bangunan Tanpa Izin di Kota Gorontalo Bakal Dibongkar, Adhan Dambea Ingatkan Warga dan Pelaku Usaha

Bangunan tanpa izin yang berdiri di Kota Gorontalo siap-siap harus segera angkat kaki termasuk di kawasan Pusat Perdagangan

|
DOK TRIBINGORONTALO.COM/ALDI PONGE
PERTOKOAN - Suasana Pusat perdagangan Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo pada 2024 silam 

Salah satu contoh bangunan yang berdiri tanpa memiliki izin yakni Community House, salah satu cafe yang berada di Jalan S. Parman, Kelurahan Biawao, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo.

Cafe ini diketahui berdiri tanpa mengantongi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

Sesuai Pasal 8 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung menyatakan bahwa bangunan tidak boleh didirikan tanpa adanya PBG.

Saat dikonfirmasi ke Lurah Biawao, Nuhadi Taha, dia pun membenarkan bahwa memang ada regulasi yang dilanggar oleh pembangunan itu.

Baca juga: BLT Rp900 Ribu Cair November 2025, Ini Cara Mudah Daftar dan Cek Namanya, Hanya Perlu KTP

Bangunan tersebut diketahui melanggar garis sempadan jalan dan tidak memenuhi ketentuan teknis perizinan.

Hal ini diatur juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan dan Penertiban Bangunan Gedung yang menegaskan pentingnya kesesuaian bangunan dengan garis sempadan jalan, tata ruang dan ketinggian bangunan.

Wali Kota Gorontalo, Adhan Dambea, memberikan tenggat waktu tujuh hari bagi pemilik usaha untuk membongkar bangunan secara mandiri sebelum pemerintah menurunkan alat berat.

Tujuh hari tersebut terhitung sejak 12 November 2025. Artinya, bangunan itu harus sudah dibongkar pada 19 November 2025. 

Adhan menilai pelanggaran tersebut sebagai bentuk pembangkangan terhadap aturan yang seharusnya dihormati oleh semua warga tanpa kecuali.

“Kami sudah beri waktu tujuh hari. Kalau tidak dibongkar, pemerintah akan turunkan alat berat,” tegasnya.

Wali Kota Gorontalo itu juga mengingatkan masyarakat agar tidak menempuh jalan perlawanan terhadap kebijakan yang memiliki dasar hukum yang jelas.

Menurutnya, keberanian untuk mengakui kesalahan jauh lebih terhormat ketimbang melawan aturan. 

“Kalau salah, ya perbaiki. Jangan malah melawan. Aturan dibuat untuk menjaga keteraturan, bukan untuk menekan masyarakat,” tandasnya. (*)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved