Berita Viral
Kisah Tragis Nama Kabupaten Pati di Jawa Tengah: Cinta Tak Sampai hingga Dawet Legendaris
Nama Kabupaten Pati saat ini tengah menjadi bahan sorotan publik sebab Bupatinya yang ingin menaikkan Pajak.
TRIBUNGORONTALO.COM -- Nama Kabupaten Pati saat ini tengah menjadi bahan sorotan publik.
Hal itu bermula dari Bupatinya yang ingin menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen.
Namun, dibalik itu semua tidak banyak yang tahu asal-usul nama Kabupaten Pati di Jawa Tengah ini.
Dilansir dari Kompas.com, kabupaten yang kini dikenal dengan julukan Bumi Mina Tani itu lahir dari sebuah legenda lokal tentang cinta tak sampai, pelarian, pengkhianatan, hingga lahirnya perpaduan budaya dan kekuasaan dari tiga kadipaten besar: Paranggaruda, Carangsoko, dan Majasemi.
Cinta Dewi Ruyung Wulan dan Dalang Soponyono
Asal-usul Kabupaten Pati tertulis dalam kisah legendaris antara Dewi Ruyung Wulan, putri Adipati Carangsoko, dan Ki Dalang Soponyono, yang dikenal karena kemahirannya membawakan cerita pewayangan.
Dewi Ruyung Wulan dijodohkan dengan Raden Jaseri, putra Adipati Paranggaruda.
Namun karena tidak mencintainya, ia melarikan diri bersama Dalang Soponyono saat pagelaran wayang tengah berlangsung.
Baca juga: Kapal Perang KRI Teluk Banten-516 Ada di Gorontalo, Warga Bisa Berkunjung Selama Dua Hari Gratis
Pelarian tersebut menimbulkan kehebohan besar dan memicu pengejaran oleh pasukan Paranggaruda.
Soponyono, Dewi Ruyung Wulan, dan dua adiknya, Ambarsari dan Ambarwati, menyamar sebagai warga desa dan akhirnya tiba di wilayah Majasemi.
Di Majasemi, mereka bertemu dengan Raden Kembangjoyo.
Setelah pertempuran dan dialog, mereka justru diberi perlindungan oleh penguasa setempat, Penewu Sukmoyono.
Dari sinilah lahir persatuan antara tiga kadipaten: Paranggaruda, Carangsoko, dan Majasemi, yang kelak menjadi Kadipaten Pati.
Legenda menyebutkan, saat pembukaan hutan Kemiri untuk pusat pemerintahan baru, rombongan Kembangjoyo bertemu seorang penjual dawet bernama Ki Sagola.
Dawet yang dibuat dari pati aren, santan, dan gula kelapa ini memberi inspirasi nama "Pati", yang kemudian disahkan sebagai nama kadipaten baru.
Dari Kadipaten ke Kabupaten
Secara astronomis, Kabupaten Pati terletak di antara 6°25’–7°00’ Lintang Selatan dan 100°50’–111°15’ Bujur Timur.
Wilayah ini berbatasan dengan Jepara dan Laut Jawa di utara, Grobogan dan Blora di selatan, Kudus di barat, serta Rembang dan Laut Jawa di timur.
Pati memiliki luas wilayah 150.368 hektar, dengan mayoritas wilayah berupa dataran rendah yang subur.
Tidak heran jika 70 persen penduduknya menggantungkan hidup dari sektor pertanian, menjadikan Pati layak dijuluki Bumi Mina Tani.
Baca juga: Hari Kedua Jadi Sekda, Sugondo Makmur Langsung Berbaur dan Dengar Curhatan dari Pegawai
Dari 401 desa dan 5 kelurahan yang tersebar di 21 kecamatan, terdapat sekitar 59.270 hektar lahan sawah dan 60.314 hektar lahan bukan sawah.
Berdasarkan data BPS Pati tahun 2016, jumlah penduduk mencapai sekitar 1,3 juta jiwa, dengan lebih dari 189.000 orang bekerja di sektor pertanian.
Pada 2022, produksi padi mencapai 587.469 ton dari luas panen 105.531 hektar, dengan produktivitas rata-rata 55,67 kuintal/hektar.
Selain padi, kacang hijau juga menjadi komoditas unggulan, salah satunya di Desa Jambean Kidul, Kecamatan Margorejo.
Tak hanya itu, Pati juga kaya akan potensi perikanan.
Produksi perikanan laut pada 2022 mencapai 70.000 ton, perikanan kolam 12.000 ton, dan tambak 33.000 ton.
Terdapat delapan tempat pelelangan ikan (TPI) yang tersebar di Kecamatan Juwana, Batangan, Tayu, dan Dukuhseti.
Pati juga menyimpan potensi wisata yang tak kalah menarik.
Salah satu destinasi terkenal adalah Goa Pancur, terletak di Desa Jimbaran, Kecamatan Kayen, sekitar 23 kilometer dari pusat kota Pati.
Goa dengan lorong sepanjang 827 meter ini menawarkan pengalaman susur goa dengan pemandu profesional, menikmati stalaktit, stalakmit, hingga air hangat yang dipercaya bisa menyembuhkan penyakit.
Baca juga: Ramalan Zodiak Aries, Taurus, Gemini 7 Agustus 2025: Cinta, Kesehatan, Karier, Keuangan
Selain Goa Pancur, Pati juga memiliki wisata budaya, religi, kuliner, hingga wisata kerajinan dan industri yang tersebar di berbagai kecamatan.
Kini, Kabupaten Pati kembali mencuat dalam pemberitaan nasional karena kebijakan Bupati Sudewo yang menaikkan PBB-P2 secara drastis.
Namun, di balik gejolak kebijakan fiskal tersebut, sejarah Pati menyuguhkan pelajaran tentang bagaimana perpaduan antara kebudayaan, kekuatan lokal, dan kearifan rakyat bisa melahirkan wilayah yang kokoh dan berdaya saing.
Nama “Pati” bukan sekadar nama. Ia lahir dari kisah cinta yang gagal, semangkuk dawet segar, dan kerinduan untuk hidup damai setelah konflik saudara yang panjang.
Hari ini, dengan julukan Kota Kacang, Hogwarts van Java, dan Kota Manggis, Kabupaten Pati menatap masa depan dengan warisan sejarah yang kaya dan potensi sumber daya yang melimpah. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Digerebek Warga Saat Berduaan dengan Guru PAUD, Kapolsek Terancam Dipecat |
![]() |
---|
Kematian Byron di Bali: Keluarga Temukan Jantungnya Hilang Saat Autopsi Kedua |
![]() |
---|
Kronologi Wanita di Makassar Terkena Anak Panah di Pundak, Korban: Saya Kira Batu |
![]() |
---|
Motif Emosional Terungkap! Karyawati PNM Dibunuh Saat Menagih Angsuran |
![]() |
---|
Ratusan Siswa Keracunan Menu Makan Bergizi Gratis di Bandung Barat, Puluhan Ambulans Dikerahkan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.