Korupsi Minyak Mentah Pertamina

Keluh Kesah Warga saat Tahu Pertamina Oplos Pertalite jadi Pertamax, Beralih ke SPBU Swasta

Buntut kasus dugaan Pertalite dioplos menjadi Pertamax memicu reaksi negatif dari masyarakat.

Editor: Fadri Kidjab
(ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
KORUPSI PERTAMINA: Foto Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (tengah) berjalan memasuki mobil tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (25/2/2025). Kini Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023. 

Sementara, Putra (35), warga Kebagusan, Jakarta Selatan mempertanyakan moral para tersangka yang terlibat kasus dugaan pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax ini. 

"Memangnya tidak malu mengambil uang dari hasil keringat rakyat? Giliran sudah jadi tersangka, muka kalian malah lesu," ujar Putra dengan kesal saat dihubungi Kompas.com, Rabu (26/2/2025). 

Sebagai pengguna Pertamax selama bertahun-tahun, menurut Putra, kasus pengoplosan ini mencerminkan betapa parahnya kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini. 

Oleh karena itu, Putra menyarankan agar pemerintah pusat bekerja lebih ekstra. Sebab, tanggung jawab sepenuhnya ada di pundak pemerintah. 

“Kasihan masyarakat mulu yang dirugikan. Kaum atas malah ketawa-ketiwi,” kata dia. 

Sementara, Rizky Widyanto (28), warga Pasar Minggu, Jakarta Selatan sudah tujuh tahun menggunakan Pertamax untuk motor Honda PCX miliknya. 

Alasannya, dia ingin membantu negara dengan tidak menggunakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi Pertalite. 

Namun, Rizky kecewa begitu mengetahui dugaan pengoplosan Pertalite jadi Pertamax. 

Niat baiknya menggunakan bahan bakar berkualitas justru dikhianati oleh para tersangka dalam kasus tersebut yang memperkaya diri sendiri tanpa memikirkan rakyat. 

“Niatnya mau sadar diri enggak pakai subsidi, bantu negara, eh enggak tahunya begini,” keluh Rizky. 

Rizky pun merasa rugi menggunakan Pertamax sejak 2018 lalu. Padahal, dalam satu pekan dia mengeluarkan uang senilai Rp 100.000 hingga Rp 200.000 untuk mengisi bahan bakar. 

“Niatnya (juga) biar lebih enak dan kencang saja nih motor, pakai Pertamax. Eh enggak tahunya sugesti doang,” kata Rizky. 

Baca juga: BBM Pertalite Disulap Jadi Pertamax, Dirut PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan Jadi Tersangka

Dugaan korupsi 

SOSOK MAYA KUSMAYA - Maya Kusmaya (kiri) saat digiring ke mobil tahanan usai diperiksa di Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (26/2/2025). Maya Kusmaya (kanan) sebagai Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga. Terungkap sosok dan rekam jejaknya, jadi tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi Pertamina


SOSOK MAYA KUSMAYA - Maya Kusmaya (kiri) saat digiring ke mobil tahanan usai diperiksa di Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (26/2/2025). Maya Kusmaya (kanan) sebagai Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga. Terungkap sosok dan rekam jejaknya, jadi tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi Pertamina 
 (Kompas.com/Shela Octavia | pertaminapatraniaga.com)

Adapun sebelumnya Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023. 

Melansir keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “di-blending” atau dioplos menjadi Pertamax. Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax. 

"Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir Selasa (25/2/2025). 

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved