UNG

Mahasiswa UNG Inovasikan Biji Bintaro jadi Bahan Bakar Alternatif

Yunisara, mahasiswi jurusan kimia UNG, angkatan 2012, menciptakan inovasi baru. Ia mencoba berkreasi membuat bahan bakar alternatif, yaitu biodiesel.

|
Penulis: Redaksi | Editor: Rafiqatul Hinelo
istock
Ilustrasi - Pohon bintaro. 

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo - Mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo (UNG) melakukan penelitian pada biji bintaro, sebagai bahan bakar alternatif

Yunisara, mahasiswi jurusan kimia UNG, angkatan 2012, menciptakan inovasi baru.

Ia mencoba berkreasi membuat bahan bakar alternatif, yaitu biodiesel. 

Penelitian yang ditulisnya itu berjudul Pemanfaatan Biji Bintaro (cerbera odollam gaertn) sebagai Bahan Bakar Alternatif, 2016.

Biodiesel merupakan bahan bakar yang berasal dari minyak nabati, minyak hewani atau minyak bekas dengan cara transesterifikasi minyak atau lemak dengan menggunakan alkohol seperti metanol atau etanol. 

Dari penelitiannya, Yunisara menemukan biodiesel juga dapat memperpanjang usia mesin diesel karena memberikan pelumasan lebih baik daripada bahan bakar petroleum. 

Selain itu, diterangkan juga dalam tulisannya bahwa Biodiesel tidak memerlukan modifikasi mesin. 

"Pengembangan biodiesel di Indonesia sangat potensial, karena termasuk negara tropis yang memiliki kekayaan alam yang melimpah serta belum termanfaatkan secara sempurna, salah satunya yaitu bintaro" tulis Yunisara dalam skripsinya.

"Tapi sayang sekali masyarakat hanya mengenal pohon bintaro sebagai tanaman peneduh kota, padahal buah yang dihasilkan cukup banyak dan hanya terbuang percuma sehingga nilai ekonomisnya masih rendah," lanjutnya. 

Dalam tulisannya, Yunisara mengatakan bahwa biji dari pohon bintaro sangat potensial jika dijadikan biodiesel. Karena, kandungan minyak dari biji ini cukup tinggi, sekitar 43 hingga 64 persen.

Komposisi asam lemak pada minyak biji bintaro pun mirip seperti tanaman penghasil biodiesel lainnya. Mulai dari asam palmitat, asam stearat, asam oleat dan asam linoleat. 

Selain biji bintaro, kata mahasiswi jurusan kimia itu, daun dan buahnya juga mengandung glikosida yang disebut cerberine, yang mempengaruhi kerja jantung, serta saponin, steroid, tanin dan polifenol. 

Tidak hanya itu, rupanya masih ada bagian lain yang bermanfaat dari tanaman bintaro ini. Seperti kulit dan batangnya yang mengandung saponin dan tanin, serta getahnya yang juga dipakai sebagai racun panah oleh orang-orang di zaman lampau untuk berburu. 

Ada juga khasiat dalam daun muda, akar dan kulit bintaro. Bagian-bagian ini dapat menjadi pencahar. 

Namun, di samping kelebihan yang ada pada sejumlah bagian bintaro, rupanya tanaman ini juga memiliki kekurangan.

Kekurangan itu, ada pada asap dari pembakaran kayu bintaro yang dapat menyebabkan keracunan. 

Adapun cara pengolahan biji bintaro menjadi minyak, disebutkan oleh Yunisara, dapat diawali dengan mengumpulkan buah bintaro yang sudah tua.

Kemudian, biji yang sudah dikumpulkan dibelah untuk diambil bijinya. Lalu, biji itu dijemur sampai kering, agar rendemen minyak menjadi lebih tinggi.

Selanjutnya, biji diblender, dan hasilnya sudah dapat diekstrak menjadi minyak dengan menggunakan penekan hidrolik.

Terakhir, masuk pada proses pemurnian. Proses ini bertujuan menghilangkan pengotor pada minyak bintaro, yakni berupa gum, resin residu, air dan protein.

"Minyak bintaro ini juga sudah pernah digunakan sebagai lilin, dan dari hasil beberapa penelitian bahwa nyala api lebih lama dan asapnya tidak menimbulkan bau" ujar Yunisara. 

Ampas dari proses pengepresan biji bintaro juga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan arang briket dan kompos untuk pupuk tanaman. 

Setelah melakukan penelitian ini, Yunisara menjelaskan bahwa karakteristik sifat fisik kimia biodiesel telah memenuhi ketentuan SNI-04-7182-2006 secara umum. 

Yunisara berharap, kedepannya, pemerintah dapat lebih meningkatkan budidaya tanaman bintaro di Indonesia. 

Serta, harapannya untuk peneliti selanjutnya yang tertarik pada topik serupa, dapat melakukan analisis sifat fisik kimia lain pada biodiesel, agar dapat meningkatkan wawasan serta penggunaan biodiesel.

"Dan untuk melakukan analisis kualitas, yaitu kadar sulfur, titik nyala, bilangan peroksida, dan total gliserol untuk mengetahui kelayakan biodiesel yang dihasilkan dan kesesuaiannya dengan SNI" tutupnya. (Magang)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved