Opini
Solusi Tuntas Atasi Kemiskinan Massal
Penulis: Fadila Mathias - Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Gorontalo. Ia memaparkan Banyak permasalahan yang tidak akan pernah habis
"Dari tren data sepertinya agak sulit untuk mencapai angka 7 persen, dan kemiskinan ekstrem di 2,76 persen di 2022 menjadi 0 persen di 2024. Kalau dari tren datanya sulit rasanya," kata Margo dalam konferensi pers di Menara Danareksa, Senin (30/1).
Dari sini kita dapat menyimpulkan kalau negara yang SDAnya berlimpah tapi ternyata masih banyak rakyatnya yang merasakan kemiskinan. Bahkan masalah kemiskinan pun menjadi masalah utama di negara ini.
Akar Masalah
Jika kita telisik lebih mendalam, sudah rahasia umum bahwa SDA negeri ini menjadi hidangan negara-negara penjajah tanpa meninggalkan apa pun untuk rakyat.
Yang tersisa hanya penderitaan dan kemiskinan. Kemiskinan adalah persoalan yang tidak akan pernah dapat diselesaikan oleh sistem hari ini.
Karena sistem yang diterapkan hari ini adalah sistem ekonomi kapitalisme yang asasnya sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan).
Sistem ini berasal dari akal manusia yang terbatas. Sistem ini tidak pernah sedikit pun melirik pada syariat Islam, padahal yang paling mengetahui yang terbaik bagi makhluk-Nya adalah Sang Pencipta manusia dan alam raya, yaitu Allah Taala.
Kemiskinan menjadi problem kompleks yang takkan teratasi selama sistem kapitalisme diterapkan.
Sistem ini diterapkan secara global dan meniscayakan munculnya berbagai kezaliman. Sistem ini pun kenyataannya telah mencabut tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) negara untuk menyejahterakan rakyatnya dengan segala sumber daya yang ada di tanah airnya.
Setiap rezim selalu mengklaim sudah berusaha keras untuk menyelesaikan problem kemiskinan ini. Akan tetapi, tetap saja masalah ini tidak akan mendapatkan solusi yang bisa menyelesaikannya.
Setidaknya ada salah satu kelemahan yang menjadi permasalahan fundamental penyebab sistem ekonomi kapitalisme tidak bisa menyelesaikan permasalahan kemiskinan. Yaitu adanya kebebasan kepemilikan.
Sistem ini meliberalisasi seluruh sumber daya, termasuk sumber daya yang menjadi hajat hidupnya rakyat.
Misalnya, barang tambang, batu bara, dan lain sebagainya mayoritas malah dikuasai swasta. Jika sudah terkait swasta, orientasinya ada pada keuntungan perusahaan, bukan lagi pada terpenuhinya kebutuhan rakyat. Begitu pun dengan potensi bahari kita yang melimpah.
Sebanyak 70 persen negara kita adalah lautan yang berpotensi bahari, seperti perikanan, terumbu karang, mangrove, energi, pertambangan dan lain-lain.
Nyatanya, mayoritas potensi itu justru pengelolaannya diserahkan pada swasta.
OPINI : Dekadensi Moral dan Darurat Kekerasan pada Anak Usia Dini di Provinsi Gorontalo |
![]() |
---|
Merokok dan Kemiskinan: Analisis Kebijakan Publik untuk Memutus Siklus Kemiskinan Akibat Rokok |
![]() |
---|
Antara Hukum dan Kenyataan: Regulasi Perkawinan Anak Belum Jadi Tameng di Gorontalo |
![]() |
---|
Aktivis Perempuan Gorontalo: Labelling Bikin Korban Kasus Pelecehan Takut Melapor |
![]() |
---|
Edukasi Menjaga Kesehatan Mental Anak Melalui Layanan Paud Berbasis Teknologi Pembelajaran |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.