Opini

Novelis Putri Rindu Kinasih : Menulis Itu Menyembuhkan

Putri menjelaskan, menulis memiliki banyak manfaat. Selain preservasi ide, mengekspresikan gagasan lewat tulisan juga bisa menyembuhkan luka batin.

|
Editor: Aldi Ponge
Putri Rindu Kinasih
Dyah Rudini dan Putri Rindu Kinasih 

Penulis : Basuki

TRIBUNGORONTALO.COM - Di tengah kegandrungan orang menjadi content creator, novelis Putri Rindu Kinasih, memilih setia menuangkan gagasannya dalam bentuk tulisan.

Dalam kesempatan rilis novel ketiganya, Un Plus Un Font Cinq 1+1 = 5 oleh Penerbit Nisita di Ruuma Kopi, Jakarta (25/11/2023

Putri menjelaskan, menulis memiliki banyak manfaat. Selain preservasi ide, mengekspresikan gagasan lewat tulisan juga bisa menyembuhkan luka batin.

“Kita tentu sepakat bahwa sekarang ini kita hidup di dunia yang tidak ideal. Di tengah situasi ini, kekecewaan, keresahan, bahkan kepahitan, acap mendera. Tidak terkecuali saya. Tapi saya memilih menghadapinya dengan tidak ngedumel. Ada cara yang saya anggap lebih sehat, bahkan bisa menyembuhkan, yakni menuangkan segala unek-unek dalam bentuk tulisan,” ujarnya.

Putri Rindu Kinasih (tengah), Dyah Rudini (kanan). Putri meluncurkan novel terbarunya 8889
Putri Rindu Kinasih (tengah), Dyah Rudini (kanan). Putri meluncurkan novel terbarunya

Dosen di sebuah perguruan tinggi swasta Jakarta yang dua novelnya sudah diterbitkan Penerbit Gramedia ini meyakini, menulis merupakan salah satu sarana penyaluran emosi atau katarsis yang ampuh

 Katanya, “Bersungut-sungut tidak ada faedahnya. Jika memang benar merasa memiliki gagasan cemerlang bagikan. Apalagi di era post-truth seperti sekarang. Karena salah dan benar itu relatif, maka kita jangan segan menggarami jagad media dengan segala yang dianggap baik.”

Putri yang pernah studi di Seoul-Korea ini menambahkan, intinya kita jangan hanya ngedumel, tapi bagikan apa yang dianggap benar, mulia, adil, suci, manis dan sedap didengar, sebanyak dan seluas mungkin.

Katanya, “Jika tidak, maka dunia akan dipenuhi dengan fitnah dan hate speech atau ujaran kebencian. Akibatnya apa? Masyarakat akan menjadi manusia penuh curiga. Disinformasi akan meruak dan hampir pasti cepat atau lambat  disintegrasi akan terjadi.”

Mengamini apa yang disampaikan Putri, cerpenis anak Dyah Rudhini yang dalam kesempatan yang sama mempublikasikan dua kumpulan cerpen “Gara-gara Kaos Kaki” dan “Uang Keramat Bunda” mengungkapkan, ia sendiri mulai menekuni dunia kepenulisan sejak kehilangan ayah tercinta.

“Kehilangan orang tua yang sangat saya sayangi jelas merupakan pukulan berat. Waktu itu, untuk menghilangkan rasa sedih, saya menuangkannya dalam guratan-guratan puisi,” kenangnya.

Alumni Bahasa Inggris UM Malang ini juga menceritakan, ketertarikannya menekuni dunia kepenulisan cerita anak karena ia merasa prihatin melihat masih terlalu sedikitnya buku anak yang digali dari nilai-nilai luhur budaya sendiri.  

Rudhini yang pernah menjadi staf World Vision International dan bertugas di beberapa daerah di Indonesia ini dengan yakin mengatakan, bahwa kita memiliki budaya lokal yang hebat dan layak diangkat serta diapresiasi.

“Sayangnya, kini budaya lokal seolah tersisihkan dengan membanjirnya buku-buku dari luar yang kurang membumi. Ini jelas merupakan fenomena yang menyedihkan dan perlu dicarikan solusinya segera,” tekadnya.

Minat Baca Dibiasakan

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved