Cagar Budaya Gorontalo
Dualisme Regulasi, SK Cagar Budaya Kantor Pos Gorontalo Resmi Dicabut
Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Gorontalo, Ridwan Kaharu, menegaskan bahwa persoalan terkait penetapan Kantor Pos
Penulis: Jefry Potabuga | Editor: Fadri Kidjab
Ia juga menjelaskan bahwa dalam SK tersebut. Selain Kantor Pos, terdapat rumah panggung yang masuk dalam daftar cagar budaya. Namun, berbeda dengan Kantor Pos, rumah panggung tersebut berdiri di atas tanah milik pribadi.
“Kalau rumah panggung itu tanahnya milik pribadi, bukan aset pemerintah. Jadi kita sebagai pemerintah tidak boleh merugikan hak-hak warga. Untuk menetapkan sesuatu, apalagi milik pribadi, perlu kajian yang lebih mendalam,” jelasnya.
Ridwan menegaskan bahwa pencabutan SK bukan berarti menghapus status cagar budaya dari bangunan yang telah diakui. Langkah ini murni untuk menyelaraskan aturan agar tidak terjadi benturan antara regulasi pusat dan daerah.
“SK ini bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Sudah ada penetapan sebelumnya, lalu ditetapkan lagi. Jadi ini soal legalitas, bukan soal nilai cagar budayanya,” katanya.
Ia menekankan bahwa ke depan, setiap penetapan situs budaya harus disertai dengan kajian yang matang dan memperhatikan dasar hukum yang berlaku. Pemerintah juga harus berhati-hati dalam menentukan status bangunan, terutama jika menyangkut hak kepemilikan warga.
“Untuk penetapan ke depan harus ada kajian yang lebih mendalam agar tidak terjadi tumpang tindih,” ucapnya.
Ridwan menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa prinsip utama pemerintah adalah memastikan setiap kebijakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan tidak menimbulkan dampak hukum baru.
(TribunGorontalo.com/Jefry Potabuga)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/gorontalo/foto/bank/originals/Kantor-Pos-Indonesia-di-Gorontalo.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.