TRIBUNGORONTALO.COM - Kuasa hukum Brigadir J, Martin Lukas Simanjuntak memberikan pengandaian soal bagaimana jika Richard Eliezer alias Bharada E tidak pernah terlibat dalam skenario pembunuhan berencana yang dirancang oleh Ferdy Sambo.
Dikutip TribunWow dari Kompastv, hal ini disampaikan oleh Martin selaku pengacara Brigadir J, dalam acara Dua Arah, Selasa (14/2/2023).
Dalam pemaparannya, Martin menilai Ferdy Sambo tetap akan melakukan tindak pembunuhan pada Brigadir J, ada atau tanpa adanya Bharada E.
Baca juga: Vonis Ferdy Sambo Bisa Berubah dari Hukuman Mati ke Pidana Seumur Hidup, Mahfud MD Beri Penjelasan
Baca juga: Karena Pernyataan Ferdy Sambo Ini, Majelis Hakim Tak Yakin Putri Candrawathi Dilecehkan Brigadir J
Martin awalnya menegaskan bahwa mustahil Bharada E lah yang menyusun rencana.
"Apakah kalau tidak ada Richard, perbuatan ini tidak terjadi? Enggak juga," kata Martin.
"Ajudan Ferdy Sambo banyak, tinggal diganti," ungkapnya.
Martin lalu mencontohkan bagaimana tersangka penembak Brigadir J bisa saja diganti Saddam, Romer, Kuat ataupun Daryanto.
"Saya pikir LPSK juga tidak cermat dengan memberikan rekomendasi kalau dia pelaku utama," kata Martin.
Martin menyampaikan, pelaku utama adalah mereka yang memenuhi Pasal 340 seperti Sambo dan Putri Candrawathi alias PC.
"Berdasarkan pembuktian di depan persidangan dan kesimpulan jaksa melalui surat tuntutan," kata Martin.
Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E akan menjalani sidang pembacaan vonis terhadapnya pada Rabu (15/2/2023).
Dilansir TribunWow.com, menjelang vonis tersebut, pihak korban Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J justru berharap Bharada E hanya mendapat hukuman ringan.
Pernyataan senada diungkap Menkopolhukam Mahfud MD yang menilai Bharada E pantas divonis ringan lantaran telah membuka tabir kasus tersebut.
Baca juga: VIDEO: Detik-detik Ferdy Sambo Dijatuhi Hukuman Pidana Mati
Diketahui, empat terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J telah dijatuhi vonis sejak Senin (13/2/2023).
Ferdy Sambo yang disebut sebagai otak pelaku mendapat hukuman eksekusi mati, sementara istrinya, Putri Candrawathi divonis tahanan 20 tahun.
ART keduanya, Kuat Maruf yang diduga terlibat perencanaan mendapat vonis 15 tahun penjara dan sang ajudan, Ricky Rizal alias Bripka RR mendapat 13 tahun penjara.
Bharada E akan menjadi sosok terakhir yang akan menjadi penutup dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut.
Diketahui, Bharada E adalah eksekutor yang bersama Ferdy Sambo telah menembak Brigadir J hingga tewas.
Namun, keluarga korban justru berharap vonis terhadap Bharada E tidak seberat terdakwa lain.
Pasalnya, pemuda 24 tahun tersebut kemudian menjadi sosok membongkar kejadian sebenarnya hingga membawa titik terang bagi kasus tersebut.
"Kalau untuk Bharada Richard Eliezer, kami berdoa dan memohon kepada majelis hakim berilah dia keringanan," ucap kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, dikutip Kompas.com, Selasa (14/2/2023).
Ditemui seusai menghadiri sidang Ricky Rizal, Kamaruddin menekankan agar majelis hakim turut mempertimbangkan latar belakang Bharada E.
Sebagai seorang Brimob, Bharada E dilatih untuk mematuhi atasan dengan relasi kuasa yang begitu kental.
Sehingga, masuk akal jika Bharada E tak mampu menolak perintah Ferdy Sambo untuk menembak.
"Karena dia anak muda yang polos. Dia berasal dari resimen polisi kombatan atau paramiliter. Di mana di sana tidak diajarkan untuk melawan pimpinan atau melawan perintah pimpinan," ujar Kamaruddin.
"Berbeda dengan Ricky Rizal, dia itu penegak hukum, walaupun di lalu lintas. Dia sudah mengerti tentang hukum."
Dalam kesempatan berbeda, Mahfud MD yang ditemui di Duren Sawit, Jakarta Timur, Senin (13/2/2023), turut menanggapi sidang vonis Bharada E.
Mahfud MD mengaku berharap agar hakim menurunkan hukuman Bharada E dari tuntutan jaksa 12 tahun penjara.
Menurut Mahfud MD, Bharada E telah berjasa besar membongkar skenario tembak-menembak yang awalnya dipakai Ferdy Sambo untuk menutupi kasus.
"Saya berharap dia turun dari 12 (tahun tuntutan). Karena begini, itu skenario awal kasus ini bahwa Eliezer menembak Yosua karena ditembak duluan, lalu terjadi tembak-menembak," tutur Mahfud MD dikutip Kompas.com.
Mahfud MD menilai bahwa Bharada E bisa saja bebas jika bersikeras menyatakan dirinya ditembak lebih dulu oleh Brigadir J.
"Eliezer muncul di persidangan mengaku sebagai pembunuh karena dijanjikan akan di-SP3. Gampang SP3-nya, 'saya membunuh karena saya ditembak duluan', sehingga terjadi tembak-menembak. Jadi dia bebas, kasus ini ditutup."
Alih-alih, meski sempat mempertahankan skenario selama satu bulan, Bharada E akhirnya maju dan mengakui perbuatannya.
Ia menyatakan bahwa terjadi pembunuhan terhadap Brigadir J yang dilakukan olehnya dan Ferdy Sambo.
"Berani membuka bahwa ini skenarionya Sambo, bahwa ini pembunuhan, bukan tembak-menembak. Sehingga saya berpikir kalau tidak ada Eliezer yang kemudian mengubah keterangannya menjadi keterangan yang benar, kasus ini akan tertutup akan menjadi seperti dark number, kasus yang gelap, tidak bisa dibuka," kata Mahfud MD.
"Oleh sebab itu, kita tunggu. Eliezer ini ya mudah-mudahan mendapat keadilan. Tentu menurut saya sih dihukum juga karena dia pelaku. Kan tetapi tanpa dia tak akan terbuka kasus ini."
Baca juga: Ferdy Sambo Sudah Sejak Awal Ingin Hilangkan Nyawa Brigadir J, Majelis Hakim Ragukan Bantahan Ini
3 Minggu Dihantui Bayangan Brigadir J
Mimpi buruk jadi alasan terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E untuk mengubah Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang sudah disusun sesuai perintah Ferdy Sambo.
Dilansir TribunWow.com, Bharada E lantas mengakui telah menembak rekannya, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J bersama Ferdy Sambo pada Jumat (8/7/2022).
Ternyata, ia merasa dihantui rasa bersalah sehingga terus-terusan memimpikan mendiang selama tiga minggu.
Pernyataan ini disampaikan Bharada E saat menjalani sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (30/11/2022).
Menjawab pertanyaan Hakim Anggota Majelis Morgan Simanjuntak, ia menceritakan alasan tiba-tiba mengubah cerita dan mengungkap skenario Ferdy Sambo.
"Jadi selama tanggal 8 itu, saya betul-betul dihantui mimpi buruk, kurang lebih tiga minggu," ungkap Bharada E dikutip kanal YouTube KOMPASTV.
"Apa mimpimu? Datang almarhum Yosua?," tanya Morgan.
"Betul Yang Mulia," aku Bharada E.
Mimpi buruk tersebut memperparah tekanan dan rasa bersalah yang dialami akibat melakukan pembunuhan tersebut.
"Dan saya juga merasa bersalah, Yang Mulia," kata Bharada E.
"Saya merasa tertekan. Dan beruntungnya saat saya dibawa itu (ditahan-red), sudah tidak ada komunikasi lagi saya dengan FS, Yang Mulia. Jadi saya sudah lebih merasa bisa untuk menceritakan."
Sebagaimana diketahui, kasus pembunuhan Brigadir J awalnya disebut sebagai insiden tembak-menembak antar ajudan Kadiv Propam Polri.
Brigadir J disebut melakukan pelecehan terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dan dipergoki oleh Bharada E.
Bharada E ketika itu mengaku mendadak ditembak oleh Brigadir J yang terkejut dan balas melepaskan peluru hingga menyebabkan kematian rekannya tersebut.
Namun pihak keluarga Brigadir J mengungkap sejumlah kejanggalan hingga akhirnya kasus pembunuhan tersebut menjadi sorotan publik.
Akhirnya, Bharada E tiba-tiba memberikan pengakuan mengejutkan yang menyebut bahwa insiden di rumah dinas Kadiv Propam Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan tersebut ternyata adalah pembunuhan yang direncanakan Ferdy Sambo.(TribunWow.com/Anung/Via)
Artikel ini telah tayang di TribunWow.com dengan judul Kuasa Hukum Brigadir J Berandai Skenario jika Bharada E Tidak Masuk dalam Rencana Ferdy Sambo