Cagar Budaya Gorontalo
7 Situs Cagar Budaya di Provinsi Gorontalo, Upaya "Jemput Bola" Ditingkatkan
Saat ini tercatat ada tujuh situs cagar budaya yang resmi tercatat di Pemrov Gorontalo. Melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud)
Penulis: Herjianto Tangahu | Editor: Wawan Akuba
TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo -- Saat ini tercatat ada tujuh situs cagar budaya yang resmi tercatat di Pemrov Gorontalo.
Melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) , upaya pelindungan cagar budaya tidak hanya difokuskan pada penetapan status semata.
Upaya yang dilakukan pemprov adalah "jemput bola".
Mereka rutin melakukan pemantauan dan pencatatan situ-situs yang diduga cagar budaya agar dapat diusulkan menjadi cagar budaya.
Dukungan lintas wilayah menjadi kunci utama dalam menjaga kekayaan budaya yang dimiliki Provinsi Gorontalo.
Sejauh ini, terdapat tujuh situs cagar budaya yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo.
Ketujuh situs tersebut mencerminkan keberagaman sejarah yang menyatu dalam identitas budaya masyarakat Gorontalo.
Proses penetapannya pun mengikuti tahapan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yang menekankan pentingnya peran pemerintah kabupaten/kota sebagai pelopor pengusulan.Sukriyanto Suleman, Pamong Ketua Tim Cagar Budaya Dikbud Provinsi Gorontalo, menegaskan bahwa regulasi telah memberikan pedoman yang jelas mengenai alur pengusulan cagar budaya.
“Regulasinya sudah jelas, kalau tidak salah di pasal 41, tahapannya itu dimulai dari kabupaten/kota,” ujar Sukriyanto, Senin (26/5/2025).
Menurutnya, setiap pengajuan situs cagar budaya harus terlebih dahulu ditetapkan di tingkat kabupaten/kota, sebelum dapat dilanjutkan ke tingkat provinsi untuk dilakukan kajian oleh Tim Ahli Cagar Budaya (TACB).
Tim ini memastikan kelayakan suatu situs menjadi bagian dari warisan budaya.
“Kalau mereka (Kabupaten/kota) mau mengusulkan levelnya ke provinsi, maka mengusulkan ke provinsi,” tambahnya.
TACB Provinsi Gorontalo sendiri beranggotakan tujuh orang ahli, berbeda dari tingkat kabupaten/kota yang hanya memiliki lima anggota.
Adapun tujuh situs cagar budaya yang telah resmi ditetapkan oleh Pemprov Gorontalo mencakup berbagai kategori, mulai dari struktur pertahanan, bangunan pendidikan, hingga makam tokoh bersejarah.
Di Kota Gorontalo, dua situs yang telah memperoleh pengakuan adalah Benteng Otanaha dan SDN 56 Kota Timur.
Benteng Otanaha dikenal sebagai simbol pertahanan masa lalu, sementara SDN 56 mencerminkan sejarah pendidikan di wilayah tersebut.Dari Kabupaten Bone Bolango, terdapat Makam Nani Wartabone, tokoh pejuang kemerdekaan nasional yang sangat dihormati masyarakat Gorontalo, dan Makam Raja Blongkod, yang menjadi bagian dari sejarah pemerintahan tradisional.
Di wilayah Gorontalo Utara, Benteng Oranye dan Benteng Kota Emas menjadi dua situs yang menunjukkan pengaruh strategis Gorontalo dalam pertahanan maritim dan sejarah perdagangan.
Sementara itu, Pendaratan Soekarno di Kabupaten Gorontalo menjadi situs bersejarah yang menandai kunjungan penting Presiden Soekarno dalam perjalanan kemerdekaan bangsa.
Kepala Bidang Kebudayaan Dikbud Provinsi Gorontalo, Dewi Fatmawaty, menyampaikan bahwa kolaborasi dengan pemerintah kabupaten/kota sangat penting dalam proses pelestarian.
Pemerintah provinsi selalu terbuka terhadap pengajuan dari daerah yang ingin menaikkan status situs budayanya ke tingkat provinsi.
“Kita menunggu pengusulan dari mereka, kalau masih ada sedikit problem yang ada di sana, mungkin saja mereka belum bisa mengusulkan,” ujar Dewi Fatmawaty.
Dewi juga menekankan bahwa Pemprov Gorontalo tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan situs secara sepihak tanpa adanya pengajuan resmi dari daerah.
“Kalau dari segi kewenangan kita tidak ada,” tegasnya.
Setiap tahun, Pemerintah Provinsi Gorontalo membuka ruang bagi pemerintah kabupaten/kota untuk mengusulkan situs-situs yang dianggap layak sebagai cagar budaya.
Setelah pengusulan, tim ahli akan melakukan kajian mendalam, mencakup aspek sejarah, arsitektur, nilai budaya, dan keterkaitan dengan identitas lokal.
Dukungan Pemprov Gorontalo juga menyasar kesadaran masyarakat dan pemilik lahan terhadap pentingnya pelestarian.
Dewi menjelaskan bahwa tidak semua situs cagar budaya merupakan aset milik pemerintah, sehingga perlu ada kemauan dari pemilik untuk menyerahkan pengelolaannya kepada negara.
“Harus ada pernyataan mereka yang menyerahkan pengelolaannya agar bisa dikelola pemerintahan, bukan menyerahkan asetnya,” jelas Dewi.
Menurutnya, pengelolaan yang dimaksud mencakup pemeliharaan bangunan, perbaikan fasilitas, hingga pembersihan kawasan.
Proses tersebut tidak serta-merta mengubah status kepemilikan lahan, namun bertujuan melestarikan nilai sejarah yang terkandung di dalamnya.
“Namun tidak ada pencatatan aset di pemerintahan terhadap cagar budaya itu,” katanya.
Pemprov Gorontalo juga mendorong para tim ahli di tingkat kota dan kabupaten untuk menyusun argumentasi yang kuat dalam mendukung pengajuan cagar budaya.
Ini penting agar setiap situs memiliki dasar hukum dan historis yang kokoh untuk diakui dan dilestarikan.
“Kalau memang masih kuat sebagai cagar budaya, maka harus ada argumen dan dasar kuat untuk mempertahankan,” ujarnya.
Kolaborasi dan dukungan lintas sektor, harapan untuk memperluas jumlah situs cagar budaya di Gorontalo semakin terbuka. (*)
Diduga Untuk Proyek Swiss-Belhotel, Pohon Berusia Puluhan Tahun di Cagar Budaya Gorontalo Ditebang |
![]() |
---|
Ledya Pranata Widjaja Rugi Rp 700 M Gara-gara Pemkot Gorontalo Tetapkan Cagar Budaya Secara Sepihak |
![]() |
---|
Rumah Jawatan Kantor Pos dan Telegra Kota Gorontalo Apakah Bisa Dipindahkan? Begini Kata Arkeolog |
![]() |
---|
4 Konsekuensi Jika Rumah Jawatan Kantor Pos dan Telegraf Kota Gorontalo Dibongkar |
![]() |
---|
Rudis Manager PLN Gorontalo Diusulkan Jadi Cagar Budaya Baru Sejak Tahun 2024 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.