Cagar Budaya Gorontalo

4 Konsekuensi Jika Rumah Jawatan Kantor Pos dan Telegraf Kota Gorontalo Dibongkar

Bangunan yang menjadi saksi sejarah peristiwa 23 Januari 1942 ini memiliki nilai penting bagi masyarakat dan pelestarian sejarah daerah.

Penulis: Herjianto Tangahu | Editor: Wawan Akuba
FOTO: Herjianto Tangahu, TribunGorontalo.com
DEPAN CAGAR BUDAYA - Potret bangunan Ex Rumah Jawatan Kantor Pos dan Telegraf di Kota Gorontalo. 

TRIBUNGORONTALO.COM, Kota GorontaloIsu pembongkaran bangunan Ex Rumah Jawatan Kantor Pos dan Telegraf di Kota Gorontalo menuai sorotan.

Bangunan yang menjadi saksi sejarah peristiwa 23 Januari 1942 ini memiliki nilai penting bagi masyarakat dan pelestarian sejarah daerah.

Jika pembongkaran tetap dilakukan, ada empat konsekuensi utama yang perlu diperhatikan.

Adapun konsekuensi itu disampaikan oleh Joni Apriyanto, Sejarawan, Tim Ahli Cagar Budaya, serta Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Gorontalo.

1. Kehilangan Jejak Sejarah

Menuru Joni, bangunan ini merupakan bukti fisik dari peristiwa bersejarah di Gorontalo.

"Jika dibongkar, jejak autentik sejarah akan hilang," katanya.

Hal ini pun menyulitkan generasi mendatang untuk memahami peristiwa yang terjadi.

Secara historiografi, penghancuran bangunan ini juga melemahkan rekonstruksi sejarah yang berbasis pada sumber primer.

2. Dampak Sosial dan Budaya

Lalu masyarakat Kota Gorontalo berpotensi kehilangan bagian dari identitas budaya mereka.

Sebab menurut Joni, bangunan ini bukan hanya struktur tua, tetapi juga simbol perjuangan yang membangkitkan rasa kebanggaan lokal.

Selain itu, pembongkaran dapat memicu protes dari komunitas sejarawan, budayawan, dan aktivis pelestarian sejarah.

"Jika digantikan dengan bangunan modern tanpa elemen sejarah, nilai edukatif bagi generasi muda pun akan berkurang," ucapnya.

3. Potensi Pelanggaran Hukum

Berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Gorontalo No. 186/10/II/2020, bangunan ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya.

Artinya, pembongkaran tanpa prosedur yang tepat berpotensi melanggar Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

"Jika tetap ingin melakukan perubahan, harus ada kajian mendalam yang melibatkan masyarakat dan sejarawan agar tidak menimbulkan polemik hukum," katanya.

4. Kurangnya Alternatif Pelestarian

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved