TribunHIS
Nenek Usia 79 Tahun di Gorontalo Jualan Lampu Botol Tumbilotohe, Setia Menunggu Pembeli
Tersusun rapi puluhan botol kaca yang dirakit jadi lampu kecil di atas meja tersebut. Botol-botol kaca kosong, siap diisi minyak tanah dan dinyalakan.
Penulis: Jefry Potabuga | Editor: Wawan Akuba
"Kasihan, ibu mereka dibunuh ayahnya tahun 2018. Ayahnya juga sudah pergi," ucapnya lirih.
Suaranya bergetar, seolah menahan kepedihan yang belum usai.
Sejenak ia terdiam, matanya menatap kosong ke kejauhan, mengingat kembali kejadian pilu yang telah merenggut kebahagiaan mereka.
Duka itu semakin dalam ketika suaminya juga berpulang.
Kini, ia benar-benar sendiri dalam menghadapi hidup.
Raut wajahnya yang sebelumnya tampak tegar perlahan berubah.
Matanya berkaca-kaca, menyimpan rindu yang tak akan pernah bisa terbalas.
"Suami saya belum lama meninggal dunia," katanya dengan suara pelan, hampir tenggelam dalam kesunyian.
Kini, tak ada lagi yang bisa ia andalkan selain dirinya sendiri.
Hidup yang berat tak membuatnya menyerah. Dengan harga Rp5.000 per empat botol, ia tetap menjual lampu-lampu kecil itu, berharap hasilnya cukup untuk makan dan menabung demi pendidikan cucunya.
"Alhamdulillah, masih cukup untuk makan sehari-hari," ujarnya dengan senyum kecil, meskipun jelas ada kepedihan yang ia sembunyikan.
Di luar bulan Ramadan, Sonya berjualan makanan khas Gorontalo, Ilabulo, yang terbuat dari campuran sagu dan hati ayam.
Ia memasaknya sendiri dengan penuh ketelatenan, lalu menjajakannya di depan jalan menuju Taruna Remaja.
Selain itu, ia juga menjual rokok yang ia titipkan di warung-warung kecil di sekitar tempat tinggalnya.
"Kalau hari-hari biasa, saya sering buat Ilabulo dan jual rokok. Rokok biasanya saya titipkan, kalau Ilabulo saya jual di depan jalan di Taruna sana," katanya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.