Hikmah Ramadan 2025

Hikmah Ramadan: Tips Merawat Kemabruran Puasa dari Taubat Inabah ke Taubat Istijabah

Orang yang tidak saja memperbanyak amalan ibadah dan sosial tetapi sudah masuk ke wilayah hakekat, sebagaimana layaknya kehidupan para arifin lainnya.

Net
HIKMAH RAMADAN - Merawat Kemabruran Puasa dari Taubat Inabah ke Taubat Istijabah. Dalam artikel terdahulu dijelaskan bahwa taubat mempunyai berbagai tingkatan. Taubat paling standar ialah orang yang sadar dari lumpur maksiat kemudian meninggalkan seluruh kebiasaan-kebiasan buruk lamanya.  

Mestinya ia bersyukur dan mengabdi kepada Allah SWT dengan berbagai kenikmatan yang diperoleh dari-Nya tetapi malah melakukan dosa dan maksiat.

Inilah yang membuatnya tersiksa, kecewa, lalu menyesali dirinya  tega melakukan sesuatu yang memalukan terhadap Tuhannya.

Ketersiksaannya lebih berat ketimbang ia masuk ke dalam neraka. Seandainya disuruh memilih disiksa secara fisik di neraka atau terbebani rasa malu terhadap Tuhannya maka ia akan memilih disiksa di neraka.

Sudah sepantasnya kita mengevaluasi perjalanan hidup dan diri kita. Tanda-tanda ketuaan apa yang kita sudah miliki? Mungkin uban sudah bercampur di tengah rambut hitam kita, rasa ngilu di tulang persendian sebagai akibat gejala penuaan, pembatasan-pembatasan apa yang diminta dokter pribadi kita, semisal membatasi makanan dan pergerakan fisik. 

Lihatlah anak-anak kita yang sudah mulai besar dan membutuhkan figur keteladanan orang tua, atau mungkin kita sudah punya cucu yang selalu mengidolakan kita? Tataplah diri kita tanpa topeng kepalsuan.

Apakah diri kita pantas diidolakan atau mereka semua terkecoh dengan topeng-topeng kepalsuan yang melekat di wajah kita.

Di depan mereka kita malaikat tetapi di luar sana kita iblis. Jangan-jangan kita tak lebih seonggok nafsu?

Baca juga: Adhan Dambea Sebut Perluasan Kota Gorontalo Belum jadi Prioritas Kerjanya

Evaluasi diri kita masing-masing.  Jenis tobat apa yang kita miliki? Apakah kita sudah melakukan penyesalan terhadap dosa dan maksiat yang telah kita lakukan? Apakah kita tergolong yang selalu membayangkan panasnya api neraka setelah melakukan dosa dan maksiat? Apakah sudah terbetik rasa malu kepada Allah SWT setelah kita melakukan dosa? 

Apakah telah muncul penyesalan mendalam dan bertekad untuk memutuskan segenap dosa-dosa dan maksiat langganan kita, karena takut atau malu kepada Allah SWT?

Apakah kita telah mengganti langganan dosa dan maksiat itu dengan amal kebaikan? Atau kita sama sekali belum melakukan perubahan di dalam diri kita, dosa dan maksiat masih berjalan terus tanpa ada rasa penyesalan sedikitpun. Masih ada sedikit waktu untuk bertobat, lakukanlah sebelum segalanya terlambat.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved