Human Interest Story
Harapan Bergantung di Jalan Baypass Center Point Bone Bolango Gorontalo
Bagi banyak orang, jalan ini lebih dari sekadar jalur lalu lintas. Ini adalah tempat mereka menggantungkan harapan hidup. Di sepanjang jalan, deretan
Penulis: Faisal Husuna | Editor: Wawan Akuba
TRIBUNGORONTALO.COM -- Jalan Baypass menuju Center Point Bone Bolango selalu ramai dengan hiruk-pikuk para pedagang.
Bagi banyak orang, jalan ini lebih dari sekadar jalur lalu lintas. Ini adalah tempat mereka menggantungkan harapan hidup.
Di sepanjang jalan, deretan penjual menawarkan berbagai barang dagangan.
Ada pedagang gerobak, penyewa lapak kontrak, hingga pemilik kios permanen.
Es kelapa muda yang segar, bakso pangsit yang menggoda, ikan hias yang menarik perhatian, hingga buah-buahan segar memenuhi bahu jalan.
Di antara keramaian itu, Roni Supu adalah salah satu yang paling setia.
Selama tujuh tahun terakhir, ia menggelar lapak kecilnya di dekat simpang empat Jalan Bachruddin Jusuf Habibie.
Lapak itu, sederhana namun penuh warna, menjadi saksi perjuangan panjangnya.
“Saya mulai berjualan dari pukul delapan pagi, dan biasanya baru tutup sekitar pukul sebelas malam,” kata Roni sambil merapikan buah-buahannya.
Namun, musim hujan belakangan ini menjadi cobaan berat bagi Roni.
Pendapatan hariannya yang sebelumnya bisa mencapai Rp 500 ribu, kini turun drastis menjadi hanya Rp 100 ribu.
Banyak buah yang akhirnya membusuk sebelum sempat terjual, membuat modal Rp 5 juta yang ia keluarkan terasa semakin berat.
“Sekarang banyak buah yang kosong atau busuk, tidak bisa dijual lagi,” keluhnya.
Meski begitu, ia tidak punya pilihan lain. Berjualan di pinggir jalan adalah satu-satunya cara untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, termasuk uang jajan anak-anaknya di sekolah.
Di lapaknya, Roni menawarkan beragam buah dengan harga yang terjangkau.
Semangka dan melon dijual Rp 10 ribu per buah, pisang Rp 10 ribu per sisir, buah naga Rp 20 ribu per kilogram, pepaya hanya Rp 5 ribu per buah, dan kacang tanah dijual mulai Rp 10 ribu per liter.
Walau penghasilan tidak menentu dan lebih sering merugi, Roni tetap bersyukur.
Baginya, setiap pembeli yang datang adalah rezeki yang patut disyukuri.
“Biar cuma sedikit-sedikit yang beli, alhamdulillah masih ada penghasilan. Yang penting cukup untuk bertahan,” ujarnya, tersenyum.
Di jalan ini, di bawah terik matahari dan hujan yang kerap turun, Roni terus bertahan. Lapaknya mungkin kecil, tapi semangat dan rasa syukur yang ia miliki adalah hal besar yang membuatnya tetap berdiri. (*)
Produktif! Mahasiswi IAIN Gorontalo Rizky Nia Meylani Sudah Terbitkan 6 Buku di Usia 21 Tahun |
![]() |
---|
Kisah 2 Pemuda Gorontalo Berangkat Umrah Berbekal Uang Rp2 Juta |
![]() |
---|
Tangis Haru Ibu Maryam Rudin, Sang Anak Sukses Raih Toga |
![]() |
---|
Sosok Muhamad Laniu, Guru Honorer Penjaga Tradisi Gorontalo |
![]() |
---|
Setia dengan Pahangga, Misi Nusi Bertahan hidup di Tengah Hutan Desa Modelidu Gorontalo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.