Soal Pemilu 2024 Ditunda, Mahfud MD Tegas Sebut Harus Dilawan dan Sentil Hakim: Masa Gak Tau Aturan?

Menurut Mahfud MD, putusan PN Jakarta Pusat soal Tunda Pemilu 2024 itu harus dilawan lantaran tidak sesuai dengan kewenangannya.

Editor: Ananda Putri Octaviani
TribunGorontalo.com
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD ikut merespons putusan penundaan Pemilu 2024 oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Menurut Mahfud MD, putusan PN Jakarta Pusat soal Tunda Pemilu 2024 itu harus dilawan lantaran tidak sesuai dengan kewenangannya. 

TRIBUNGORONTALO.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD ikut merespons putusan penundaan Pemilu 2024 oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Menurut Mahfud MD, putusan dari PN Jakarta Pusat itu harus dilawan lantaran tidak sesuai dengan kewenangannya.

"Vonis PN Jakpus tentang penundaan pemilu ke tahun 2025 harus dilawan, karena tak sesuai dengan kewenangannya," tulis Mahfud MD lewat akun Twitter-nya, Jumat (3/3/2023).

Baca juga: Abdurachman Bachmid Klaim Dapat Dukungan DPP PKS Maju Pilgub di Pilkada Gorontalo 2024

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menambahkan apa yang dilakukan PN Jakarta Pusat di luar yuridiksi.

Ia mengibaratkan seperti Peradilan Militer yang memutus kasus perceraian yang seharusnya ditangani Pengadilan Agama (PA).

"Ini di luar yurisdiksi, sama dengan Peradilan Militer memutus kasus perceraian," tambahnya.

 

 

Baca juga: 349 Hari Menuju Pemilu - Pilpres 2024: AHY Posting Foto Anies Bersama Massa Demokrat

Mahfud MD menjelaskan, hukum Pemilu bukanlah hukum perdata.

Sehingga vonis PN Jakarta Pusat tentang penundaan Pemilu 2024 bertentangan dengan UUD 1945 dan UU tentang Pemilu yang dilakukan setiap lima tahun.

"Hukum pemilu bukan hukum perdata."

"Vonis itu bertentangan dengan UUD 1945 dan UU bahwa Pemilu dilakukan setiap 5 tahun," lanjut Mahfud MD.

Selain itu, Mahfud MD juga menyentil hakim PN Jakpus yang diduga tidak mengetahui aturan undang-undang.

Padahal, lanjut dia, ada aturan UU dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2019 yang dikeluarkan pada 9 Agustus 2019.

Isinya, semua kasus perbuatan melawan hukum oleh penguasa harus dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Tapi hakimnya ini kok bisa masuk ke soal yang bukan wewenangnya," jelas dia.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved