Dampak Sanksi Barat-AS, Begini Nasib Poros Baru Ekonomi Asia

Poros baru ekonomi dunia yang digagas Rusia dan didukung China terancam gagal akibat sanksi barat dan Amerika Serikat (AS).

Editor: Lodie Tombeg
Kolase TribunGorontalo.com
Poros baru ekonomi dunia yang digagas Rusia dan didukung China terancam gagal akibat sanksi barat dan Amerika Serikat (AS). 

TRIBUNGORONTALO.COM, Jakarta - Poros baru ekonomi dunia yang digagas Rusia dan didukung China terancam gagal akibat sanksi barat dan Amerika Serikat (AS).

Sanksi keras negara Barat dan AS memukul perekonomian global termasuk negara di kawasan Asia.

"Saya menyebut kegagalan lainnya, karena sekali lagi, Rusia tidak memiliki banyak hal untuk ditawarkan kepada kawasan ini secara strategis atau ekonomi," kata Joshua Kurlantzick, peneliti senior untuk Asia Tenggara di Council on Foreign Relations, Senin 26 September 2022.

Analis menganggap bahwa Moskwa telah menjadikan dirinya lebih seperti "mitra junior" Beijing sejak invasinya ke Kiev, Ukraina.

Sikap netral terkait Ukraina Singapura menjadi satu-satunya negara Asia yang menjatuhkan sanksi sepihak mereka terhadap Rusia karena invasi Ukraina.

Di bawah poros pertama, ASEAN meningkatkan hubungannya dengan Rusia menjadi "kemitraan strategis" pada tahun 2018, empat tahun setelah Rusia "mencaplok" Crimea, bagian dari Ukraina.

Namun, perdagangan ASEAN-Rusia hanya tumbuh menjadi sekitar 20 miliar dolar AS pada tahun 2021--naik dari 18,2 miliar dolar AS pada tahun 2012.

Baca juga: Uni Eropa Boikot Minyak dari Rusia, Begini Tanggapan AS

Angka itu tidak ada artinya dibandingkan dengan perdagangan ASEAN dengan China senilai 878 miliar dolar AS dan AS senilai 441,7 miliar dolar AS pada tahun 2021.

Perdagangan ASEAN dengan Taiwan bernilai hampir empat kali lipat dibandingkan dengan Rusia.

Sebagian besar negara Asia Tenggara telah berusaha untuk tetap netral terkait Perang Ukraina.

Menurut data dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), Rusia telah menjadi penyedia utama peralatan militer ke wilayah tersebut sejak tahun 1990.

SCO menjadi ajang pertemuan internasional besar pertama Putin sejak Moskwa mengirim pasukan ke Kiev.

Energi yang berkembang pesat Menurut Frederick Kliem, seorang peneliti dan dosen di S Rajaratnam School of International Studies di Singapura, tidak ada anggota ASEAN yang "melihat masa depan ekonomi mereka dengan Rusia" kecuali Myanmar di bawah kuasa junta militer.

Namun, satu bidang di mana Rusia bisa merangkul beberapa teman adalah dalam kerja sama energi, tambahnya.

Banyak negara Asia memperdebatkan apakah akan mengejar pembangkit listrik tenaga nuklir, pada saat yang sama ketika investasi di sektor energi terbarukan mereka sedang besar-besarnya.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved