Kremlin Anggap Sanksi untuk Rusia Memperparah Ekonomi Barat

Keterangan terus meningkat di Ukraina. Presiden Rusia Vladimir Putin pada Kamis (12/5/2022) mengatakan, negara-negara Barat.

Editor: Lodie Tombeg
Tribun Makassar
Presiden Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Selensky 

TRIBUNGORONTALO.COM - Keterangan terus meningkat di Ukraina. Presiden Rusia Vladimir Putin pada Kamis (12/5/2022) mengatakan, negara-negara Barat justru terkena dampak sanksi yang lebih buruk daripada Rusia sendiri.

Putin menegaskan, Rusia sudah tangguh dalam menghadapi tantangan eksternal. Negara-negara Barat menampar Rusia dengan rentetan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya setelah Putin menginvasi Ukraina pada 24 Februari.

Pemerintah Barat "dipandu oleh ambisi politik yang picik dan dibesar-besarkan dan oleh Russophobia, memberikan pukulan yang jauh lebih keras terhadap kepentingan nasional mereka sendiri, ekonomi mereka sendiri, dan kesejahteraan warga mereka sendiri," kata Putin dalam pertemuan pemerintah.

"Kami melihatnya terutama dengan melihat kenaikan tajam inflasi di Eropa yang mendekati 20 persen di beberapa negara," lanjutnya dikutip dari AFP, dalam pidato yang disiarkan televisi.

"Jelas bahwa... kelanjutan dari obsesi dengan sanksi pasti akan menyebabkan konsekuensi yang paling sulit bagi Uni Eropa, bagi warganya," tambah presiden Rusia itu.

"Rusia dengan percaya diri bisa mengelola menghadapi tantangan eksternal."

Putin Sebut Barat Cetak Gol Bunuh Diri dengan Beri Sanksi ke Rusia Putin juga menyambut baik perlambatan inflasi secara bertahap setelah melonjak menjadi 16,7 persen pada tahun-ke-tahun di bulan Maret, serta pemulihan mata uang rubel yang sekarang berada pada level terkuatnya sejak pecahnya krisis Ukraina.

Didukung oleh kontrol modal yang ketat dan ekspor energi, rubel baru-baru ini menunjukkan rebound yang spektakuler.

"Rubel mungkin menunjukkan dinamika terbaik di antara semua mata uang internasional," ujar Putin.

Zelensky Geram

Wilayah Kherson di Ukraina yang diduduki pasukan Moskwa berencana meminta kepada Presiden Vladimir Putin untuk bergabung ke Rusia pada akhir 2022, menurut kantor berita Rusia TASS pada Rabu (11/5/2022), mengutip pemerintahan militer-sipil di sana.

Kherson adalah wilayah pertama yang akan dianeksasi sejak serangan Rusia ke Ukraina dimulai pada Februari.

Kremlin mengatakan adalah kehendak penduduk yang tinggal di wilayah tersebut untuk memutuskan apakah mereka ingin bergabung dengan Rusia.

Tetapi Hennadiy Lahuta, gubernur Ukraina yang digulingkan di wilayah Kherson, mengatakan kepada wartawan di kota Dnipro Ukraina bahwa penduduk hanya menginginkan "pembebasan yang cepat dan kembali ke pangkuan tanah air mereka, ibu mereka - Ukraina".

Rusia mengatakan pada April bahwa mereka telah memperoleh kendali penuh atas wilayah itu, yang telah menyaksikan protes anti-Rusia yang sporadis.

Kherson, rumah bagi kota pelabuhan dengan nama yang sama, memberikan jalur darat antara semenanjung Krimea, yang direbut Rusia dari Ukraina pada 2014, dan daerah separatis yang didukung Rusia di Ukraina timur.

Menanggapi berita itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan bahwa negosiasi dengan Moskwa berisiko jika Rusia menggunakan "referendum semu", untuk membenarkan pencaplokan wilayah Kherson dan Zaporizhzhia yang diduduki.

Dalam pidato video larut malam pada Rabu (11/5/2022), Zelensky mengutuk "orang-orang marginal ini, yang diambil oleh Rusia sebagai kolaborator." Dia mengatakan mereka membuat pernyataan "kebodohan kosmik".

"Tapi tidak peduli apa yang dilakukan penjajah, itu tidak berarti apa-apa - mereka tidak memiliki kesempatan. Saya yakin bahwa kami akan membebaskan tanah kami dan orang-orang kami," tambahnya dilansir dari Rueters pada Kamis (12/5/2022).

Tidak ada referendum Pada 2014, sebulan setelah menduduki Krimea dalam invasi kilat, Moskwa menyelenggarakan referendum di sana yang sangat mendukung pencaplokan oleh Rusia.

Langkah itu dianggap tidak sah oleh Ukraina dan Barat. Ditanya pada Rabu (11/5/2022) tentang Kherson bergabung dengan Rusia, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan penduduk harus memutuskan nasib mereka sendiri. Tetapi keputusan seperti itu, kata dia, membutuhkan dasar hukum yang jelas, "seperti halnya dengan Krimea".

Namun, Kirill Stremousov, wakil kepala pemerintahan sipil-militer yang dikendalikan Rusia, dikutip oleh kantor berita RIA mengatakan kepada wartawan bahwa “Tidak akan ada referendum karena itu sama sekali tidak penting, mengingat referendum yang diadakan secara mutlak secara legal di republik Krimea tidak diterima oleh masyarakat dunia."

Kremlin tidak segera membalas telepon Reuters yang meminta komentar dan melaporkan berita ini. Di Dnipro, Lahuta mengatakan 300.000 dari jutaan penduduk kawasan itu telah pergi sebagai akibat dari pengambilalihan Rusia.

Ukraina mengatakan telah terjadi protes di Kherson terhadap pendudukan Rusia, dan unjuk rasa dua minggu lalu dibubarkan dengan gas air mata.

"Setelah orang-orang terluka berulang kali di Kherson, di Nova Kakhovka ... semakin sedikit orang yang mulai memprotes karena musuh mulai bertindak semakin keras, mulai menahan orang-orang," kata Lahuta.

Rusia telah memperkenalkan mata uang rubel di wilayah Kherson, untuk menggantikan hryvnia Ukraina. TASS mengutip pemerintah yang dikendalikan Rusia mengatakan bahwa badan-badan pensiun dan sistem perbankan akan dibuat dari awal untuk wilayah tersebut, dan bahwa cabang-cabang bank Rusia dapat dibuka di sana sebelum akhir Mei. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Putin: Sanksi untuk Rusia Malah Lebih Melukai Barat"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved