Berita Gorontalo

Jembatan Putus, Anak-Anak di Pulubala Gorontalo Setiap Hari Seberangi Sungai ke Sekolah

Sejumlah siswa di Desa Ayumolingo, Kecamatan Pulubala, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo terpaksa menyeberangi sungai untuk pergI

Penulis: Jefry Potabuga | Editor: Wawan Akuba
TribunGorontalo.com
JEMBATAN PUTUS--Potret siswa di Desa Desa Ayumolingo, Kecamatan Pulubala, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo terpaksa menyeberangi sungai untuk pergi ke sekolah setiap harinya, Selasa (4/11/2025). Sumber foto: Milik warga. 

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo Sejumlah siswa di Desa Ayumolingo, Kecamatan Pulubala, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo terpaksa menyeberangi sungai untuk pergi ke sekolah setiap harinya. 

Menurut informasi warga kondisi ini terjadi sejak jembatan penghubung antara Desa Ayumolingo dan Desa Molamahu ambruk akibat banjir besar beberapa waktu lalu. 

Jembatan yang selama ini menjadi satu-satunya akses warga menuju sekolah kini tak lagi bisa digunakan padahal jalan itu merupakan akses vital bagi warga. 

Setiap pagi, puluhan siswa dari Dusun Onggamo berjalan beriringan menyusuri jalan licin dan menuruni tangga tanah yang terbentuk dari akar-akar pohon dan batu. 

Mereka menenteng sepatu di tangan dan mengangat seragan sekolah agar tidak basah, sebelum menyeberangi sungai berlumpur tersebut. 

Salah satu orang tua siswa, Salma Mopangga, mengaku waswas setiap kali anaknya berangkat sekolah. 

Ia menyebutkan, meski berisiko, anak-anak tetap memaksa berangkat karena tidak ingin ketinggalan pelajaran.

“Setiap hari anak saya dan siswa lainnya harus menyeberang sungai. Jembatan yang dulu ada sudah hanyut diterjang banjir,” ujar Salma, Selasa (4/11/2025).

Menurutnya, ada sekitar 50 siswa yang bergantung pada akses sungai ini.

Namun ketika hujan deras dan debit air meningkat, para orang tua memilih melarang anak-anak mereka berangkat ke sekolah sebab jika dipaksakan orang tua khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. 

“Kalau hujan deras seperti tadi pagi, air naik dan arus deras. Anak-anak tidak berangkat sekolah karena takut terseret air,” lanjutnya.

Kata Salma, ada jalan alternatif lain yang bisa dilalui. Namun jaraknya jauh dan tidak memungkinkan ditempuh dengan berjalan kaki.

“Kalau lewat jalan lain harus naik motor, karena jauh sekali. Tidak mungkin jalan kaki,” katanya.

Hal senada disampaikan warga lainnya, Nenang, yang juga memiliki anak sekolah di SDN 15 Pulubala

Ia berharap pemerintah daerah segera memperbaiki jembatan yang putus agar anak-anak di desanya bisa berangkat sekolah dengan aman.

“Kami mohon supaya jembatan ini cepat diperbaiki. Kasihan anak-anak, kalau air sungai naik mereka tidak bisa ke sekolah,” tutur Nenang.

Seperti diketahui akses menuju sungai tampak rusak dan licin. Tak ada jembatan darurat yang kokoh. 

Hanya batang-batang bambu yang tersusun di tepi sungai, sementara akar pohon besar menjadi pijakan bagi warga yang ingin menuruni tebing kecil menuju air.

Pemandangan sederhana itu menyimpan kisah besar tentang semangat anak-anak di pedalaman Pulubala

Meski setiap hari harus menantang arus sungai, mereka tetap berangkat dengan penuh semangat, mengenakan seragam rapi dan membawa buku di dalam tas plastik agar tak basah.

Warga berharap perhatian dari pemerintah kabupaten maupun provinsi agar akses penghubung itu segera diperbaiki. 

Sebab bagi mereka, jembatan yang rusak bukan sekadar soal infrastruktur, melainkan penghalang bagi masa depan anak-anak Pulubala yang ingin terus belajar dan meraih cita-cita.

(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved