PEMPROV GORONTALO

Gubernur Gorontalo Gusnar Ismail Benchmarking ke NTB demi Atasi Polemik Tambang Ilegal

Pemerintah Provinsi Gorontalo berupaya mencari jalan keluar terbaik untuk menyelesaikan persoalan tambang ilegal di Kabupaten Pohuwato. 

Penulis: Herjianto Tangahu | Editor: Wawan Akuba
HMS
WPR - Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal dan Gubernur Gorontalo Gusnar Ismail saat diskusi skema tambang raykat di Ruang Rapat Utama Kantor Gubernur NTB (13/10/2025). 

Pembahasannya berlangsung panjang dengan melibatkan berbagai masukan, tanggapan, dan saran dari unsur Forkopimda yang dinilai penting untuk kemajuan sektor pertambangan di Gorontalo.

Lahan seluas 550 hektar (Ha) di Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, telah disetujui sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). 

Menurut Gubernur Gorontalo, Gusnar Ismail, persetujuan 550 Ha itu sudah diterbitkan Menteri ESDM, Bahlil Lahadia.

Secara rinci, ratusan hektar itu masuk dalam administrasi Desa Hulawa dan sekitarnya.

“Menteri ESDM sudah menerbitkan persetujuan WPR seluas 550 hektar di Pohuwato, lebih spesifik di Desa Hulawa dan sekitarnya,” jelas Gusnar di hadapan massa.

Menurutnya, dari total 550 hektar tersebut akan diterbitkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dengan mekanisme khusus.

Setiap orang yang mengajukan izin akan mendapatkan lahan maksimal 5 hektar. Sedangkan untuk pengelolaan yang membutuhkan minimal 10 hektar, maka syaratnya harus berbentuk koperasi.

Gusnar juga menambahkan bahwa usai menerima surat dari Kementerian, ia langsung berkoordinasi dengan Pemda Pohuwato. 

Pemerintah daerah diminta segera menginventarisasi calon penerima IPR agar penambang lokal benar-benar terakomodir.

“Lampirkan berbagai bentuk persyaratan sampai ke Gubernur, Gubernur yang bikin SK,” ujarnya.

Dengan langkah tersebut, Gusnar berharap polemik yang selama ini menimpa penambang rakyat di Hulawa bisa mendapat jalan keluar.

Selain kabar baik mengenai WPR, Gusnar juga mengingatkan agar perusahaan tambang di Pohuwato tidak gegabah mengajukan perluasan lahan sebelum melengkapi Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).

“Kalau belum ada AMDAL, jangan minta perluasan area dulu,” tegasnya.

Sementara mengenai isu relokasi warga Hulawa yang juga disuarakan massa aksi, Gusnar mengaku belum bisa memberikan jawaban karena baru mendengar persoalan itu saat demonstrasi berlangsung.

Ia menegaskan, solusi terbaik dari permasalahan tambang adalah dengan membuka ruang dialog. 

“Saya berharap ada diskusi yang terbangun dengan massa aksi sebagai bentuk tindak lanjut,” tuturnya.

 

(*/Jian) 

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved