Hujan di Provinsi Gorontalo
BMKG Ungkap Gorontalo Masuki Musim Hujan Sejak Agustus 2025, Puncaknya Diperkirakan Januari 2026
BMKG memastikan bahwa Provinsi Gorontalo telah memasuki musim hujan sejak Agustus 2025. Puncaknya pada Desember -- Januari 2026
Penulis: Jefry Potabuga | Editor: Prailla Libriana Karauwan
TRIBUNGORONTALO.COM, GORONTALO – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memastikan bahwa Provinsi Gorontalo telah memasuki musim hujan sejak Agustus 2025.
Hal ini disampaikan oleh petugas BMKG Gorontalo, Dimas Yudistira saat ditemui TribunGorontalo.com, Selasa (7/10/2025).
Menurutnya, hasil analisis BMKG pada Agustus lalu menunjukkan curah hujan di sejumlah wilayah Gorontalo sudah melampaui indikator musim hujan.
BMKG menetapkan bahwa musim hujan dimulai apabila dalam tiga dasarian berturut-turut (setiap 10 hari) curah hujan mencapai lebih dari 50 milimeter.
Selama tiga dasarian kata Dimas dimulai Agustus 2025 seluruh wilayah Gorontalo diguyur hujan dengan intensitas sedang hingga berat.
Khususnya di daerah pegunungan Bone Bolango dan Kabupaten Gorontalo dan meluas ke beberapa wilayah di Provinsi Gorontalo.
Pada periode ini, curah hujan rata-rata tercatat di atas 60 -- 80 milimeter.
Artinya, sejak Agustus 2025, indikator musim hujan sudah terlihat memasuki musim hujan.
“Maka, secara resmi seluruh wilayah Gorontalo sudah memasuki musim hujan sejak bulan Agustus,” jelas Dimas.
Pihaknya pun memperkirakan puncak musim hujan di Gorontalo bakal terjadi pada Desember -- Januari 2026.
Hal itu dikarenakan adanya fenomena Outgoing Long Wave Radiation (OLR) atau gelombang panjang yang membawa massa udara basah.
“Untuk puncaknya, rata-rata di Desember dan Januari. Tapi untuk beberapa wilayah tertentu bisa lebih awal atau sedikit lebih lambat, tergantung zona musimnya,” imbuhnya.
BMKG menjadi lembaga yang berwenang memperkirakan cuaca karena memiliki tugas dan fungsi resmi dari pemerintah untuk melakukan pengamatan, analisis, dan penyebaran informasi meteorologi, klimatologi, serta geofisika di Indonesia.
Lembaga ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.
BMKG memiliki jaringan stasiun pengamatan cuaca yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, lengkap dengan peralatan canggih seperti radar cuaca, satelit, dan sensor atmosfer.
Data yang dikumpulkan digunakan untuk memantau perubahan suhu, tekanan udara, arah angin, kelembapan, serta curah hujan secara real-time.
Dari hasil analisis itulah BMKG dapat memprediksi kondisi cuaca, memperingatkan potensi bencana seperti hujan ekstrem, badai, dan gelombang tinggi, serta memberikan panduan keselamatan bagi masyarakat.
Peran BMKG sangat penting karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan iklim tropis yang dinamis dan sering dilanda fenomena alam seperti hujan lebat, angin kencang, atau cuaca ekstrem.
Baca juga: Suhu Dingin dan Angin Kencang, Ini 6 Penyakit yang Rentan Menyerang Tubuh Saat Musim Hujan Tiba!
Dengan adanya BMKG, masyarakat bisa memperoleh informasi cuaca yang akurat dan cepat untuk mendukung keselamatan, ketahanan pangan, transportasi, hingga aktivitas sehari-hari.
Dimas juga menambahkan bahwa Provinsi Gorontalo sendiri dikenal memiliki pola hujan monsun.
Pola hujan monsun adalah sistem iklim yang ditandai dengan perubahan arah angin secara periodik yang memengaruhi curah hujan di suatu wilayah.
Hal ini karena wilayah ini sangat dipengaruhi oleh pola angin musiman atau monsun tropis yang mengatur siklus hujan dan kemarau di Indonesia bagian tengah.
Secara geografis, Gorontalo terletak di pesisir utara Pulau Sulawesi dan berhadapan langsung dengan Teluk Tomini dan Laut Sulawesi, dua perairan yang berperan penting dalam pembentukan awan hujan akibat pertemuan massa udara lembap dari samudra.
Ketika monsun barat datang (sekitar November hingga Maret), angin dari Samudra Hindia membawa uap air dalam jumlah besar ke wilayah Indonesia, termasuk Gorontalo.
Udara lembap ini naik dan membentuk awan tebal di atas daerah pegunungan dan pesisir, menyebabkan curah hujan tinggi hampir setiap hari.
Inilah yang membuat Gorontalo kerap diguyur hujan lebat saat musim barat tiba.
Sebaliknya, saat monsun timur berlangsung (Mei hingga September), angin kering dari Australia membuat hujan berkurang, meski di beberapa daerah Gorontalo tetap terjadi hujan ringan karena pengaruh lokal seperti topografi dan suhu laut.
Dengan kondisi geografis dan iklim seperti itu, Gorontalo menjadi salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki karakter hujan monsun yang jelas, dengan perbedaan signifikan antara musim hujan dan kemarau, namun tetap memiliki curah hujan relatif tinggi sepanjang tahun.
Baca juga: Apakah Seragam PPPK Paruh Waktu dan Penuh Waktu Berbeda? Cek Aturan Resmi dan Penjelasannya di Sini
Dimas juga menekankan bahwa BMKG rutin mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrem untuk periode 10 harian.
Peringatan ini mencakup prediksi curah hujan tinggi, angin kencang, hingga potensi banjir.
“Informasi ini penting agar masyarakat bisa lebih waspada, terutama yang tinggal di wilayah rawan banjir dan tanah longsor. Kami sarankan masyarakat mengikuti terus pembaruan informasi cuaca dari BMKG,” jelasnya.
Pada hujan deras awal Oktober kemarin, beberapa wilayah dataran rendah di Gorontalo sempat tergenang air.
Meski tidak meluas, kondisi ini menjadi sinyal bahwa masyarakat harus lebih berhati-hati menghadapi curah hujan intens.
Selain itu, nelayan dan masyarakat pesisir juga diingatkan untuk berhati-hati karena musim hujan biasanya diiringi peningkatan kecepatan angin dan tinggi gelombang.
“BMKG memantau secara terus-menerus agar masyarakat dapat mengambil langkah antisipasi. Prediksi ini tidak hanya berguna bagi masyarakat umum, tapi juga penting untuk sektor pertanian, perikanan, dan kebencanaan,” pungkas Dimas. (*)
(TribunGorontalo.com/Jefri Potabuga)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.