Human Interest Story

Tuty Djali Isa Lulus PPPK Bone Bolango Gorontalo di Usia 57 Tahun, Mengabdi Sejak 2004

Perempuan berusia 57 tahun asal Desa Talumopatu, Kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bolango itu akhirnya menghirup udara lega dilantik

Penulis: Jefry Potabuga | Editor: Wawan Akuba
TribunGorontalo.com
KISAH HONORER--Kisah Tuty Djali Isa (57) honorer dari tahun 2004 dan kini diangkat menjadi PPPK Paruh Waktu Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo, Senin (27/10/2025). Sumber foto: TribunGorontalo.com/Jefri Potabuga. 

TRIBUNGORONTALO.COM, GorontaloSelama 21 tahun mengabdi bukan waktu yang singkat bagi Tuty Djali Isa

Perempuan berusia 57 tahun asal Desa Talumopatu, Kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bolango itu akhirnya menghirup udara lega dilantik menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). 

Hari ini, Senin (27/10/2025), menjadi momen yang sulit ia lupakan di Lapangan Alun-alun Kecamatan Tilongkabila. 

Di tengah ribuan tenaga honorer yang hadir itu nampak Tuty berdiri dengan mata berkaca-kaca. 

Baca juga: Kisah Jon Puluhulawa, 20 Tahun Jadi Tukang Parkir Kini Tinggal Sebatang Kara 

Ia menunduk, mengusap air mata yang tak bisa ia tahan, sesekali ia tersenyum bahagia sembari menarik napas panjang. 

“Dua puluh satu tahun saya tunggu hari ini,” ujarnya lirih saat diwawancarai Tribun Gorontalo

Sejak 2004, Tuty sudah bekerja di Kantor Camat Bulango Utara, mengerjakan apa saja yang dibutuhkan kantor dari mengurus surat, melayani warga, menata arsip, bahkan membantu membersihkan ruangan. 

Meski saat itu, belum ada gaji tetap bahkan Tuty pernah mengalami bekerja tanpa digaji. 

“Awal-awal dulu tidak ada gaji. Saya hanya yakin, kalau niat baik pasti ada balasan,” kenangnya.

Beberapa tahun kemudian, ia mulai menerima gaji Rp300.000 per bulan, meski jumlah itu jauh dari cukup, tapi bagi Tuty, gaji bukan alasan untuk berhenti, ia bertahan dengan sabar dan penuh keyakinan. 

“Saya cuma pikir, kalau saya berhenti, siapa lagi yang bantu di kantor. Jadi saya bertahan,” katanya dengan suara pelan dan tulus. 

Perjalanan hidup Tuty tak selalu mudah, ia kehilangan suaminya beberapa tahun lalu dengan meninggalkan dua anak. 

Anak perempuan kini sudah bekerja dan terangkat bersamanya sebagau PPPK Paruh Waktu.

Sementara anak laki-laki masih mencari pekerjaan.

“Setelah suami meninggal, saya sempat goyah. Tapi saya pikir, kalau saya menyerah, siapa yang urus anak-anak,” katanya sambil menatap tersenyum.

Bekerja di kantor camat, Tuty menjadi saksi perubahan zaman birokrasi. 

Dari mesin ketik hingga komputer, dari surat manual hingga digital, semua ia pelajari perlahan. Ia tak ingin tertinggal. 

“Saya mencintai pekerjaan ini, karena saya ingin mengabdi untuk masyarakat,” ucapnya tersenyum.

Setiap hari, Tuty selalu berusaha untuk datang lebih awal. Dirinya memastikan kantor bersih sebelum pelayanan dimulai. 

Rekan-rekannya di kantor sudah seperti keluarga. Mereka tahu, Tuty adalah orang yang jarang mengeluh, meski sedang dalam kesulitan sekalipun. 

“Kadang saya cuma makan seadanya. Tapi kalau kerja, saya tidak mau lemah. Karena ini tanggung jawab,” katanya.

Baginya Tuty, menjadi honorer bukan sekadar menunggu diangkat sebab menurutnua itu adalah bentuk pengabdian. 

Dia percaya, selama niatnya tulus, Tuhan pasti memberi jalan. 

“Saya yakin, kalau kita kerja dengan ikhlas, satu hari nanti akan datang juga waktunya,” ujar Tuty dengan mata yang kembali berkaca.

Kini, menjelang masa pensiunnya tahun depan, Tuty ingin mengakhiri masa kerjanya dengan tenang. 

Tahun 2026 nanti Tuty akan berhenti meski tidak mendapat tunjangan pensiun ia tetap akan menjalani tugasnya dengan sepenuh hati. 

Ia berharap bisa terus melayani masyarakat seperti biasa, tanpa memikirkan masa kerjanya. 

“Saya cuma mau menutup masa kerja saya dengan baik. Saya ingin dikenang bukan karena lama kerja, tapi karena kerja dengan hati,” tuturnya.

Ia juga menitip pesan kepada generasi muda ASN dan tenaga honorer agar tidak cepat menyerah. 

“Sekarang semuanya serba cepat, tapi kadang hasil yang baik memang datangnya lambat. Saya tunggu 21 tahun, dan baru sekarang Tuhan kasih jawaban,” kata Tuty dengan senyum yang menahan haru.

Hari itu, di antara ribuan PPPK yang baru dilantik, Tuty berdiri paling tegak. 

Di balik keriput, badan yang tidak sekuat dulu tersimpan kisah panjang tentang kesetiaan, pengabdian, dan keyakinan. 

Ia telah membuktikan bahwa kesabaran bukan hanya kata, melainkan jalan hidup yang membuahkan hasil.

“Yang penting saya sudah berjuang sampai akhir,” ucapnya menutup percakapan. 

(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved