Selain itu, hukum Islam mendorong penerapan sanksi yang adil dan tegas terhadap pelaku kekerasan seksual, termasuk melalui mekanisme ta’zir yang memberi wewenang kepada penguasa untuk menjatuhkan hukuman sesuai dengan tingkat pelanggaran.
Ini adalah bentuk perlindungan hukum syar’i yang mendukung upaya negara dalam menanggulangi krisis kekerasan seksual terhadap anak di era modern.
Provinsi Gorontalo tidak luput dari ancaman kekerasan seksual terhadap anak usia dini.
Data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Gorontalo menyebutkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan signifikan terhadap kasus kekerasan seksual.
Pada tahun 2023, tercatat lebih dari 100 laporan kekerasan terhadap anak, di mana sekitar 60 persen di antaranya adalah kekerasan seksual.
Bahkan, mayoritas korban berada pada rentang usia 5–12 tahun. Fenomena ini mengindikasikan darurat perlindungan anak di tingkat lokal.
Kasus-kasus yang muncul kerap melibatkan pelaku dari lingkungan dekat korban, seperti keluarga, tetangga, atau guru. Hal ini mempertegas bahwa bukan hanya sistem perlindungan anak yang perlu diperkuat, tetapi juga kesadaran moral dan pengawasan sosial masyarakat.
Pemerintah Provinsi Gorontalo melalui DP3A dan lembaga perlindungan anak telah melakukan berbagai upaya, seperti sosialisasi dan kampanye antikekerasan seksual di sekolah dan masyarakat, Pembentukan Unit Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), dan Koordinasi dengan aparat hukum untuk menangani pelaku secara hukum.
Namun, upaya tersebut belum cukup efektif karena tidak disertai dengan penguatan peran keluarga dan tokoh agama dalam membina moralitas masyarakat.
Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi lintas sektor untuk membangun sistem perlindungan anak yang lebih komprehensif.
Dalam konteks Gorontalo yang masyarakatnya mayoritas Muslim, pendekatan hukum Islam sangat relevan untuk diterapkan sebagai bagian dari solusi.
Islam tidak hanya mengatur hukuman terhadap pelaku, tetapi juga menanamkan nilai pencegahan melalui pendidikan akhlak, penguatan institusi keluarga, dan pemberdayaan masyarakat dalam menjaga moral lingkungan.
Konsep hisbah (pengawasan sosial) dan amar ma’ruf nahi munkar dapat dihidupkan kembali melalui peran aktif masjid, sekolah Islam, dan tokoh masyarakat.
Selain itu, penerapan nilai-nilai syariat dalam kehidupan sehari-hari akan membentuk budaya malu dan hormat, yang menjadi benteng kuat bagi anakanak dari ancaman kekerasan seksual. (***)
Catatan: Artikel ini adalah tugas kelompok mata kuliah Agama dengan Dosen Dr Hj Nurhayati Tine, SPdI MHi
Tim Penulis :
Anisa Anggraini Hanapi
Anisa Putri Rahim
Asya Anggraini Langindara
Nindi Astuti
Nurfadilah Muthalib
Putri Desriyanti Ahmad
Sri Yunangsi Thalib
Wanda Ayu Lestari
Wintriyanti Sanawali