TribunHIS

Cerita Rahmat Ismail jadi Petani Muda di Gorontalo Utara, Kuliah Sambil Ngurus Satu Hektar Kebun

Penulis: Efriet Mukmin
Editor: Wawan Akuba
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PETANI JAGUNG - Rahmat Ismail Petani Jagung di Desa Tolongio, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, merupakan seorang mahasiswa. Rahmat mengatakan bahwa menjadi petani memilki banyak tantangan, berbagai macam kesulitan yang dihadapi dilapangan harus dijalani muai dari tanaman diserang hama bahkan banjir, sehingga hasil panen menurun, Selasa (19/3/2025)

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo – Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, masih ada sosok muda yang gigih mempertahankan tradisi bertani.

Dialah Rahmat Ismail (19), seorang petani jagung asal Desa Tolongio, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara. Meski usianya masih belia, tanggung jawab besar sudah berada di pundaknya.

Rahmat merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Kedua kakaknya telah berkeluarga, sementara ia tetap tinggal bersama sang ibu setelah ayahnya meninggal dunia.

Sejak duduk di bangku kelas satu SMA, Rahmat sudah menggeluti dunia pertanian, mengikuti jejak orang tuanya.

Baca juga: Identitas Nelayan Pelaku Bom Ikan di Perairan Pohuwato Gorontalo, Terancam 10 Tahun Penjara

Tak hanya fokus bertani, Rahmat juga tetap berjuang menempuh pendidikan tinggi.

Saat ini, ia tercatat sebagai mahasiswa semester dua di Universitas Iksan Gorontalo Utara. 

Berkat prestasi dan kegigihannya, ia berhasil mendapatkan beasiswa, sehingga biaya kuliahnya tidak menjadi beban tambahan.

“Saya menjadi petani jagung, dan tetap melanjutkan kuliah. Alhamdulillah dapat beasiswa, jadi tak perlu bayar SPP,” ujar Rahmat kepada TribunGorontalo.com, Selasa (19/3/2025).

Bertani Sambil Kuliah, Tak Kenal Lelah

Setiap hari, Rahmat mengelola kebun jagung seluas satu hektar yang selama ini menjadi sumber penghasilan keluarganya.

Namun, sejak sang ibu jatuh sakit, ia harus mengurus kebun seorang diri.

Baca juga: BREAKING NEWS: 3 Nelayan Pohuwato Gorontalo Masuk Penjara Gara-gara Bom Ikan

Meski demikian, semangatnya tak luntur. Bahkan di bulan Ramadan, di bawah terik matahari, ia tetap gigih bekerja, mencabut rumput liar dengan keringat yang bercucuran.

“Bertani banyak tantangannya, terutama cuaca. Kadang kemarau panjang, kadang hujan terus-menerus. Itu semua berpengaruh ke hasil panen,” ungkapnya.

Tak hanya cuaca, serangan hama juga menjadi kendala besar bagi Rahmat. Tikus yang memakan jagung serta banjir yang merusak tanaman kerap membuat hasil panennya tidak maksimal.

“Panen terakhir kemarin hanya dapat Rp 7,5 juta kotor. Padahal, kalau hasil bagus, bisa sampai Rp 15 juta. Tapi karena ada hama, hasilnya menurun,” tuturnya.

Halaman
12