Brigadir J

Saat Bharada E Menangis Tersedu-sedu di Pelukan Pengacara setelah Dituntut 12 Tahun Penjara

Editor: Ananda Putri Octaviani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Richard Eliezer (Bharada E) menangis tersedu-sedu di pelukan pengacaranya, Ronny Talapessy, setelah resmi dituntut 12 tahun penjara, Rabu (18/1/2023).

Pemuda 24 tahun tersebut terpaksa menjalankan perintah atasan dan terbukti tidak menghendaki kematian Brigadir J.

"Dalam hal ini baik ahli yang dihadirkan JPU maupun ahli kita tadi membuat clear bahwa dalam konteks ini Richard Eliezer adalah tool atau alat oleh karena itu ia tidak dapat dituntut pertanggungjawaban pidana," kata Fredrik dikutip Tribunnews.com, Kamis (29/12/2022).

"Ini jelas sekali dari berbagai teori bahkan kemarin ahli yang diajukan pihak Ferdy Sambo menyatakan bahwa pasal 55. Bahwa orang yang menyuruh melakukan dialah yang bertanggungjawab. Sedangkan yang disuruh tidak dapat dituntut pertanggungjawaban pidana."

 

Tim pengacara Richard Eliezer alias Bharada E, Fredrik Pinakunary (kiri) dan Ronny Talapessy (tengah) bersama Ahli Hukum Pidana Albert Aries seusai menjalani sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (28/12/2022). (Tangkapan Layar YouTube KOMPASTV)

 

Sebelumnya dalam persidangan, Albert Aries menerangkan bahwa perbuatan melawan hukum dapat dihapuskan.

Meski pembunuhan terjadi, seorang terdakwa dapat dibebaskan jika berada di bawah tekanan perintah.

"Pada hakikatnya orang itu tidak boleh membunuh, orang itu tidak boleh merusak barang milik orang lain dan mengambil milik orang lain," terang Aries dikutip Tribunnews.com, Kamis (29/12/2022).

"Tetapi karena perintah tersebut, elemen dari perbuatan melawan hukum itu dihapuskan."

"Karena yang disuruh ini tidak ada pertanggungjawaban dan tidak ada kesalahan."

Menurut Albert Aries, mereka yang memerintahkan melakukan pidana justru adalah orang yang harus bertanggung jawab.

Pasalnya, mereka yang memerintah dianggap telah melakukan kejahatan itu dengan tangannya sendiri.

"Maka mohon izin majelis menggunakan bahasan latin 'qui mandat ipse feces videtur', siapa yang memerintah dianggap telah melakukan sendiri," terang Albert Aries.

Albert Aries kemudian menyinggung pasal 51 KUHP di mana disebutkan mengenai penghapusan perbuatan melawan hukum jika dilakukan di bawah pihak pemerintah yang memiliki jabatan.

"Jadi kalau kita lihat di Pasal 51 yang dihapuskan adalah elemen melawan hukum dari pelaksanaan perintah jabatan yang dilakukan oleh si penerima perintah," tutur Albert Aries.

Kemudian, disebutkan pula pasa 55 KUHP terkait pemahaman bahwa orang yang diperintah melakukan pidana tidak memiliki kesengajaan atau keinginan terjadinya hal itu.

Halaman
1234