Polemik Royalti Musik

Rekaman Suara Alam Termasuk Kicau Burung Wajib Royalti Jika Ada Produsernya, Ini Kata LMKN

Sistem royalti ternyata tak hanya untuk musik ataupun lagu-lagu. Tapi, berlaku juga jika memutar suara alam maupun suara burung.

Freepik.com
KENA ROYALTI - Ilustrasi burung. Rekaman suara (fonogram) kicauan burung atau suara alam lainnya tetap kena royalti jika diputar di ruang komersil, seperti kafe dan restoran. 

TRIBUNGORONTALO.COM -- Sistem royalti ternyata tak hanya untuk musik ataupun lagu-lagu.

Tapi, berlaku juga jika memutar suara alam maupun suara burung.

Dilansir dari Kompas.com, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) periode 2025-2028 menegaskan bahwa setiap suara alam, misalnya kicau burung yang diputar di kafe atau restoran, tetap dikenai royalti. 

Royalti adalah imbalan yang dibayarkan kepada pencipta, pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait setiap kali karyanya digunakan, diputar atau dimanfaatkan secara komersial.

Misalnya seperti lagu yang diputar di kafe, restoran, hotel, stasiun TV, radio, event organizer, platform digital seperti youtube, spotify, dan lain sebagainya serta produser film atau iklan yang menggunakan musik.

Kalau suara alam atau kicau burung direkam oleh produser, dan hasil rekaman itu dipublikasikan atau diputar di tempat umum, royaltinya tetap berlaku untuk produser/pemegang hak rekaman tersebut.

Baca juga: Buka PKKMB, Rektor UNG Eduart Wolok Minta Mahasiswa Baru Siap Hadapi Lika-liku Perjalanan Kuliah

Kalau itu suara asli di alam langsung tanpa rekaman, tidak ada royalti yang dikenakan.

“Sepanjang suara burung itu juga ada produsernya, maka karya rekaman suara berupa suara burung juga akan dikenakan royalti, karena ada pemegang hak terkait karya rekaman suara,” ujar Komisioner LMKN Dedy Kurniadi dalam konferensi pers di Kantor Kemenkum, Jakarta, Jumat (8/8/2025). 

Dedy Kurniadi menjelaskan bahwa royalti akan tetap berlaku jika suara tersebut merupakan rekaman yang memiliki produser atau pemegang hak cipta. 

Meski begitu, Dedy menyadari bahwa reaksi yang muncul terlalu berlebihan ketika persoalan royalti ini disuarakan. 

Padahal, rekaman suara apa pun tetap mengandung hak terkait untuk pencipta, yang selama ini memang dilindungi undang-undang. 

“Tapi saya kira ini reaksi yang agak berlebihan, dan mungkin akan bisa kita luruskan lagi. Karena siapa masyarakat Indonesia yang tidak suka penciptanya juga sejahtera? Itu yang menjadi kunci,” kata Dedy. 

Baca juga: UNG Resmi Kukuhkan 5.281 Mahasiswa Baru, Rektor Ajak Fokus dan Lulus Tepat Waktu

Dalam kesempatan yang sama, LMKN periode 2025-2028 juga berjanji akan melaporkan keuangan royalti secara periodik sebagai bentuk transparansi. 

“Akan kita upayakan setiap periode keuangan akan dilaporkan secara terbuka dan transparan. Karena batasan penggunaan dan operasional juga sudah diumumkan, sudah diatur secara tegas di Permenkum,” pungkasnya. 

Kata Ketua LMKN sebelumnya 

Pada Senin (4/7/2025) lalu, Ketua LMKN sebelumnya yakni Dharma Oratmangun menjelaskan pelaku usaha perlu memahami bahwa rekaman suara alam atau burung tetap mengandung hak terkait, khususnya milik produser rekaman yang merekam suara tersebut. 

“Putar lagu rekaman suara burung, suara apa pun, produser yang merekam itu punya hak terhadap rekaman fonogram tersebut, jadi tetap harus dibayar,” kata Dharma saat dihubungi Kompas.com via telepon, Senin (4/7/2025). 

Baca juga: Agustus 2025, Harga iPhone 15 Pro Max Ada Diskon Hingga Rp9 Juta dari Harga Awal, Ini Daftarnya

“Ada hak terkait di situ, ada produser yang merekam,” lanjut Dharma. 

Pelantikan 10 komisioner baru LMKN 

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Hukum resmi melantik 10 komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) periode 2025–2028 pada Jumat (8/8/2025). 

Mereka terdiri dari lima perwakilan pencipta dan lima perwakilan pemilik hak terkait. 

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Razilu mengatakan pelantikan ini dilakukan karena masa jabatan komisioner LMKN periode 2022–2025 telah berakhir, bahkan sudah diperpanjang hingga Agustus ini. 

Baca juga: 5 Faktor yang Bikin Bansos PKH, BPNT, dan PBI JKN Gagal Cair, Nomor 3 Sering Terjadi di Masyarakat

Dalam pidatonya, dia menegaskan bahwa pengangkatan ini bukan sekadar pergantian personel, tetapi pergantian tongkat estafet kepemimpinan yang krusial bagi ekosistem hak cipta di Indonesia. 

“Momen ini bukan sekadar pelantikan dan penggantian personel, melainkan sebuah tongkat estafet kepemimpinan yang krusial bagi ekosistem intelektual di Indonesia, khususnya di bidang hak cipta dan hak terkait,” ujar Razilu di Kantor Kemenkum, Jumat. 

Adapun komisioner LMKN periode 2025–2028 terdiri dari: 

A. Pencipta: 

1. Andi Muhanan Tambolututu 
2. M. Noor Korompot 
3. Dedy Kurniadi 
4. Makki Omar 
5. Aji M. Mirza Ferdinand 

B. Pemilik Hak Terkait: 

1. Wiliam 
2. Ahmad Ali Fahmi 
3. Suyud Margono 
4. Jusak Irwan Setiono 
5. Marcell Siahaan. (*)

 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved