Lebaran Gorontalo
Ini Khotib dan Imam di Masjid Agung Baiturrahim Kota Gorontalo dan Lapangan Taruna Remaja
Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Kota Gorontalo, Sukamto Mooduto, mengungkapkan bahwa keputusan ini diambil demi kenyamanan masyarakat dalam menjal
Sebagai kepala daerah, wali kota diperlakukan seperti seorang khalifah atau sultan dalam tata aturan adat.
Setibanya di perempatan dekat Masjid Agung Baiturrahim, rombongan wali kota akan disambut hantalo lo ulipu (genderang adat), yang ditabuh oleh seorang Ti Hantalo.
Suara hantalo ini bukan sekadar musik penyambutan, melainkan penanda kedatangan pemimpin negeri dan rombongannya untuk melaksanakan Salat Idul Fitri.
Ketua Lembaga Adat Gorontalo, Abdullah Paneo, menjelaskan bahwa penyambutan dengan genderang ini merupakan tradisi turun-temurun dalam pelaksanaan Salat Idul Fitri di Gorontalo.
Rombongan Perangkat Adat
Prosesi ini juga diiringi oleh para perangkat adat dengan pakaian khas mereka:
• Tuan Kadhi mengenakan jubah hitam dengan serban keemasan.
• Saradaa memakai baju putih berlengan panjang, celana hitam, rompi hitam, dan topi tabung merah berkucir.
• Baate mengenakan pakaian khas dengan payungo (penutup kepala lelaki Gorontalo).
• Mayulu (mayor), sebagai kepala keamanan, berbaju hitam-hitam dengan payungo.
Langkah mereka menuju masjid akan menjadi atraksi tersendiri, menampilkan perpaduan khidmat antara adat dan agama.
Masuk ke dalam Masjid
Saat tiba di pintu utama Masjid Agung Baiturrahim, Ti Hantalo akan meletakkan hantalo di depannya, lalu menggelar sarung sebagai alas salatnya. Tugasnya selesai di sini.
Namun, perangkat adat lainnya terus berjalan menuju depan mihrab.
Baate bertugas mengatur tempat duduk para pejabat sesuai struktur adat, sementara Mayulu menerima tamu-tamu kehormatan.
Syaradaa, yang bertindak sebagai wakil imam, kemudian momaklumu (mengumumkan) bahwa Salat Idul Fitri akan dimulai.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.