Pagar Laut Tangerang
Kades Kohod Jadi Tersangka Pemalsuan Sertifikat, Diduga Terlibat dalam Kasus Pagar Laut Tangerang
Kasus ini kini menjadi perhatian publik, terutama di Tangerang, mengingat dampaknya tidak hanya pada Arsin, tetapi juga pada masyarakat yang terlibat
Penulis: Redaksi | Editor: Wawan Akuba
TRIBUNGORONTALO.COM – Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri dalam kasus pemalsuan dokumen Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di wilayah Pagar Laut, Tangerang.
Penetapan ini diumumkan usai gelar perkara yang melibatkan pihak eksternal. Selain Arsin, tiga tersangka lain juga ditetapkan, yakni Sekretaris Desa Kohod dan dua penerima kuasa.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, menjelaskan bahwa Arsin diduga membuat surat palsu.
Surat inilah yang kemudian digunakan untuk mengajukan permohonan pengukuran dan pengakuan hak ke Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang.
Baca juga: Meys Tahir Mahasiswa UNG Nyambi Kerja di Warung Makan Kota Gorontalo, Kuliah Bukan Halangan
"Arsin mendapat bantuan dari oknum di beberapa kementerian dan lembaga hingga akhirnya terbit sertifikat hak atas lahan perairan di Desa Kohod," ungkap Djuhandhani dalam konferensi pers, Selasa (18/2/2025).
Dalam proses penyidikan, polisi telah memeriksa 44 saksi dan melakukan penggeledahan di tiga lokasi, termasuk kantor desa dan rumah pribadi Arsin.
Dari penggeledahan tersebut, ditemukan berbagai dokumen penting, termasuk rekapitulasi transaksi keuangan Desa Kohod, yang kini menjadi bukti dalam penyidikan.
Arsin sempat menghilang selama hampir tiga minggu sejak 24 Januari 2025, terakhir terlihat saat Menteri Agraria dan Tata Ruang, Nusron Wahid, meninjau lahan yang memiliki SHGB dan SHM di atas perairan laut.
Namun, pada 14 Februari 2025, Arsin muncul dan memberikan klarifikasi di kediamannya. Kuasa hukum Arsin, Yunihar, membantah bahwa kliennya melarikan diri ke luar negeri.
"Arsin tetap berada di Desa Kohod untuk meredam konflik di masyarakat yang terpecah menjadi dua kubu: pendukung dan penolak kebijakan," ujar Yunihar.
Ia juga menyatakan bahwa Arsin hanyalah korban yang terjebak oleh pihak ketiga berinisial SP dan C, yang menawarkan jasa pengurusan sertifikat tanah warga menjadi SHM dan SHGB.
"Klien kami tidak mengetahui detail prosesnya dan tidak terlibat langsung dalam penerbitan sertifikat. Ia hanya melayani SP dan C dalam pengurusan tersebut," klaim Yunihar.
Menurut penelusuran polisi, dugaan pemalsuan dokumen ini berlangsung sejak 2021 dan semakin masif pada 2022.
Apalagi saat SP dan C mulai mendekati Arsin dengan janji membantu warga Desa Kohod meningkatkan status tanah garapan mereka menjadi sertifikat resmi.
Arsin bersama perangkat desa diduga membantu pengurusan dokumen yang diberikan SP dan C.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.