Kebakaran Gorontalo
Kebakaran di Kantor Pelabuhan Gorontalo Diduga Gara-gara Korsleting Listrik
Kapolsek Kawasan Pelabuhan Gorontalo (KPG), Ipda Reza Reyzaldy, mengonfirmasi insiden tersebut saat dikonfirmasi TribunGorontalo.com, Selasa (11/2/202
Penulis: Arianto Panambang | Editor: Wawan Akuba
Seiring waktu, peran Pelabuhan Gorontalo terus berkembang. Lokasinya yang strategis di muara pertemuan Sungai Bone dan Sungai Bolango membentuk satu muara yang dikenal sebagai Muara Milango.
Nama "Milango" sendiri berasal dari bahasa Gorontalo yang berarti pelabuhan. Pada masa itu, kedalaman muara cukup memadai untuk menampung kapal-kapal motor berbobot hingga 10.000 ton, menjadikannya salah satu pelabuhan yang mampu mendukung aktivitas perdagangan besar.
Pada tahun 1950, pasca-kemerdekaan Indonesia, pemerintah menetapkan seorang pemimpin pelabuhan untuk mengelola operasionalnya.
Struktur pengelolaan ini terus mengalami perubahan, hingga pada 28 Februari 1961, melalui Keputusan Menteri Perhubungan Laut Nomor DPLB 1/1/3, Pelabuhan Gorontalo resmi menjadi pelabuhan yang diusahakan di bawah naungan PN Pelabuhan Daerah IV dengan kantor wilayah di Bitung.
Perubahan signifikan terjadi pada tahun 1969, saat pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 1969 yang mengubah status PN Pelabuhan Gorontalo menjadi bagian dari Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP).
Dengan kebijakan ini, pengelolaan pelabuhan semakin terstruktur dengan adanya seorang Kepala Pelabuhan yang bertanggung jawab langsung terhadap aktivitas operasional.
Selanjutnya, melalui PP Nomor 11 dan PP Nomor 17 Tahun 1983, status BPP kembali berubah menjadi Perusahaan Umum Pelabuhan yang berkantor pusat di Ujung Pandang (sekarang Makassar).
Perubahan ini juga membawa dampak pada tata kelola pelabuhan, di mana fungsi pemerintahan dialihkan ke Kantor Administrator Pelabuhan yang dipimpin oleh seorang Administrator Pelabuhan, sementara pengelolaannya dilakukan oleh Perum Pelabuhan yang dipimpin oleh seorang Kepala Cabang.
Reformasi besar-besaran kembali terjadi pada tahun 1991. Berdasarkan PP Nomor 59 Tahun 1991, status Perusahaan Umum Pelabuhan beralih menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dengan kantor pusat tetap di Makassar.
Langkah ini menandai transisi pengelolaan pelabuhan ke arah bisnis yang lebih profesional dan berbasis korporasi.
Puncak transformasi terjadi pada 1 Oktober 2021, ketika pemerintah memutuskan untuk menggabungkan PT Pelabuhan Indonesia I (Persero), PT Pelabuhan Indonesia III (Persero), dan PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) ke dalam PT Pelabuhan Indonesia II (Persero).
Penggabungan ini disahkan melalui Surat Menteri Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia No. S-756/MBU/10/2021, yang sekaligus mengubah nama perusahaan menjadi PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo.
Transformasi ini tidak hanya memperkuat posisi Pelabuhan Gorontalo dalam ekosistem logistik nasional, tetapi juga meningkatkan efisiensi dan pelayanan bagi pengguna jasa pelabuhan.
Dengan infrastruktur yang terus diperbarui dan pengelolaan yang semakin modern, Pelabuhan Gorontalo kini siap menghadapi tantangan maritim di era globalisasi.
Sejarah panjang Pelabuhan Gorontalo menunjukkan betapa pentingnya peran pelabuhan ini dalam perdagangan dan transportasi maritim, baik di masa lalu maupun masa kini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.