BPBD Provinsi Gorontalo
BPBD Sebut Gorontalo Rawan Likuifaksi, Ada Daerah Tak Bisa Dibangun Gedung Bertingkat
Sejumlah daerah di Provinsi Gorontalo memiliki potensi terjadinya likuifaksi.
Penulis: Herjianto Tangahu | Editor: Fadri Kidjab
TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo – Sejumlah daerah di Provinsi Gorontalo memiliki potensi terjadinya likuifaksi.
Hal itu diterangkan oleh Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Provinsi Gorontalo Ferdi Adam.
"Sebetulnya Gorontalo ini rawan likufiaksi," ungkap Ferdi kepada TribunGorontalo.com pada Kamis (26/9/2024).
Ia menyebut ada kawasan dikategorikan zona merah dan tidak bisa dibangun gedung bertingkat.
"Ada daerah-daerah yang zona merah tidak boleh dibangun bangunan melebihi satu lantai," tuturnya.
Ferdi menjelaskan gempa diatas Magnitudo 6 bisa memicu likuifaksi.
Hal itu berdasarkan kondisi geografis Gorontalo yang dilalui oleh patahan membentang dari utara ke selatan.
Meski begitu, patahan dimaksud tidak aktif.
"Hanya saja diperingatkan waspada dan siap siaga," pungkasnya.
Baca juga: Kronologi Kebakaran Kapal Ikan di Talumolo Gorontalo, Tim Damkar Butuh 1,5 Jam Padamkan Api
Kajian Patahan Gorontalo oleh BMKG
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kelas II Gorontalo menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu terlalu khawatir dengan isu megatrust di Gorontalo Utara.
Hal ini disampaikan dalam konferensi pers yang digelar di Rumah Dinas Gubernur Gorontalo, oleh Plt Kepala Penelitian dan Pengembangan BMKG, Rahmat Triyono.
Rahmat menjelaskan, meskipun terdapat sesar aktif di darat dan laut Gorontalo, potensi megatrust di Gorontalo Utara tidak sebesar yang dikhawatirkan.
"Secara historikal, gempa dengan magnitudo tujuh ke atas sudah terjadi empat kali, dan energi dari gempa tersebut sudah dirilis," ungkap Rahmat.
Ia menambahkan, ancaman yang lebih perlu diwaspadai justru datang dari sesar aktif di daratan.
Menurutnya, gempa bumi yang terjadi di daratan, meskipun dengan magnitudo yang lebih kecil, dapat menimbulkan kerusakan yang lebih signifikan.
"Sesar dan patahan aktif di daratan Gorontalo adalah ancaman yang nyata dan harus diperhatikan serius," tegas Rahmat.
Ia juga mengingatkan bahwa gempa darat tidak memerlukan magnitudo besar untuk menimbulkan kerusakan yang parah.
BMKG bersama sejumlah institusi, seperti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Universitas Negeri Gorontalo (UNG), akan melakukan kajian pemetaan sesar aktif di wilayah Gorontalo pada bulan September hingga Desember 2024.
Wilayah yang menjadi fokus kajian meliputi Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Gorontalo Utara, dan Kabupaten Bone Bolango.
Hasil dari kajian ini akan dirilis pada Januari 2025 dan akan diikuti dengan rekomendasi untuk pemerintah provinsi terkait zona-zona merah yang tidak boleh dibangun atau harus menggunakan konstruksi tahan gempa.
Rahmat juga menegaskan bahwa BMKG dilengkapi dengan alat pendeteksi gempa atau seismograf yang mampu mendeteksi gempa dengan magnitudo kecil.
"Gempa-gempa kecil ini memberikan data penting dalam menentukan lokasi sesar aktif," jelasnya.
Data historis BMKG menunjukkan bahwa sejak tahun 1960 hingga 2024, terjadi sejumlah gempa bumi di empat wilayah yang menjadi objek kajian.
Gempa terbaru yang tercatat pada 17 November 2024 lalu, dengan magnitudo 7,7 dan kedalaman 10 kilometer, semakin memperkuat dugaan adanya sesar aktif di wilayah tersebut.
Gempa ini diikuti oleh tiga gempa susulan dengan magnitudo antara 5,1 hingga 6,0.
Dengan adanya kajian mendalam ini, Rahmat berharap masyarakat Gorontalo dapat lebih memahami potensi gempa yang ada dan mengambil langkah-langkah mitigasi yang tepat sesuai dengan rekomendasi yang akan dikeluarkan BMKG. (Adv)
Ikuti Saluran WhatsApp TribunGorontalo untuk informasi dan berita menarik lainnya
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.