Singapore Airlines Alami Turbulensi
Sosok Penumpang Singapore Airlines yang Tewas Akibat Turbulensi Ekstrem, Ingin Liburan ke Indonesia
Warga Kota Thornbury, Inggris itu merupakan salah satu dari 211 penumpang dalam penerbangan Singapore Airlines ketika turbulensi ekstrem terjadi.
TRIBUNGORONTALO.COM – Seorang penumpang meninggal dunia di atas pesawat Singapore Airlines.
Warga Kota Thornbury, Inggris itu merupakan salah satu dari 211 penumpang dalam penerbangan Singapore Airlines ketika turbulensi ekstrem terjadi.
Pria bernama Geoff Kitchen (73) itu diduga meninggal dunia karena henti jantung (cardiac arrest).
Adapun turbulensi parah tersebut menyebabkan puluhan penumpang terluka.
Penerbangan Singapore Airlines SQ321 dari Heathrow, London, itu terpaksa melakukan pendaratan darurat di Bandara Bangkok, Thailand.
Sebagaimana dilaporkan Sky News, Kitchen sedang berencana berlibur selama enam minggu bersama istrinya ke Singapura, Indonesia, dan Australia.
Dalam sebuah posting di Facebook, Grup Teater Musikal Thornbury (TMTG) memberikan penghormatan kepadanya.
"Dengan berat hati kami mengetahui berita duka atas meninggalnya kolega dan teman kami yang terhormat, Geoff Kitchen, dalam Insiden Singapore Air baru-baru ini. Geoff selalu menjadi seorang pria yang memiliki kejujuran dan integritas yang tinggi serta selalu melakukan apa yang benar bagi grup," jelas mereka.
"Komitmennya terhadap TMTG tidak perlu dipertanyakan lagi dan dia telah melayani grup dan komunitas lokal Thornbury selama lebih dari 35 tahun, dengan memegang berbagai jabatan di dalam grup, termasuk ketua, bendahara, dan yang terbaru adalah sekretaris. Pikiran dan doa kami tertuju pada istri dan keluarganya pada saat yang sulit ini, dan kami meminta Anda untuk menghormati privasi mereka," tambah TMTG.
Kepala bandara Bangkok, Kittipong Kittikachorn, mengatakan sebelumnya bahwa pria berusia 73 tahun itu meninggal dunia karena kemungkinan henti jantung.
Dalam penerbangan tersebut, Kitchen bukan satu-satunya penumpang yang berasal dari Inggris.
Sedikitnya ada 47 warga Inggris yang berada di antara 211 penumpang dan 18 kru di dalam pesawat Boeing 777-300ER itu.
Seorang juru bicara Rumah Sakit Samitivej Srinakarin mengatakan 71 orang membutuhkan perawatan dan enam di antaranya mengalami luka kritis.
Namun, Singapore Airlines tampaknya membantah angka-angka tersebut dengan mengatakan bahwa hanya 30 orang yang dibawa ke rumah sakit.
Berbicara kepada Sky News, para penumpang mengatakan sabuk pengaman telah menyelamatkan beberapa orang dari cedera, sementara yang lain menggambarkan pramugari mengalami luka di kepala.
Teandra Tukhunen, warga negara Australia, yang lengan kirinya dibebat dengan gendongan di Rumah Sakit Samitivej Srinakarin di Bangkok, mengatakan ia sedang tertidur saat terjadi turbulensi parah.
"Saya kemudian terbangun karena terlempar ke atap dan kemudian ke lantai," jelasnya.
Penumpang lainnya, Tukhunen (30) mengatakan, ketika tanda sabuk pengaman menyala, dirinya seketika langsung berusaha memakai sabuk pengaman. Tapi, turbulensi terjadi begitu cepat setelahnya.
"Kejadiannya sangat cepat, hanya dalam beberapa detik dan kemudian semua terkejut. Semua orang sangat ketakutan," jelasnya.
Kronologi kejadian
Pihak maskapai menjelaskan pesawat Boeing 777-300ER mengalami turbulensi saat melakukan perjalanan dari London pukul 22.38 malam menuju Singapura.
Namun tepat pukul 08.00 GMT, pesawat tiba-tiba turun tajam dari meluncur tajam dari ketinggian 37.000 kaki ke 31.000 kaki dalam rentang waktu sekitar tiga menit.
“Pesawat lepas landas pada pukul 22.38 waktu Inggris. Pesawat itu melaju pada ketinggian 37.000 kaki sebelum turun 6.000 kaki (1.830 m) dalam waktu sekitar tiga menit, menurut data pelacakan penerbangan,” kata FlightRadar24.
Setelah bertahan selama 10 menit di ketinggian 31.000 kaki pesawat Boeing 777-300ER akhirnya melakukan pendaratan darurat di Bandara Internasional Suvarnabhumi Bangkok, Thailand pukul 15.45 waktu setempat.
Hingga kini belum diketahui secara pasti apa penyebab dari turbulensi ini, namun Konsultan senior penerbangan di perusahaan riset pasar Frost and Sullivan, Shantanu Ganga Khedkar, mengatakan bahwa turbulensi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, mulai dari badai, awan, hingga aliran jet.
"CAT terjadi ketika langit benar-benar cerah. Kita tidak bisa melihatnya dan itu terjadi tiba-tiba. Saat ini kami tidak memiliki teknologi untuk memprediksi (atau mendeteksi) CAT, apalagi pada ketinggian 36.000 kaki," kata Gangakhedkar, dikutip dari CNA.
Satu Penumpang Tewas
Meski turbulensi hanya terjadi selama beberapa menit, namun hal ini menyebabkan pesawat bergerak turun drastis hingga seorang pria Inggris berusia 73 tahun tewas.
Seorang penumpang Singapore Airlines yang mengalami turbulensi ekstrim menceritakan pengalaman horor saat berada di pesawat tersebut.
"Tiba-tiba pesawat mulai miring dan terjadi guncangan yang membuat saya bersiap menghadapi apa yang terjadi, tiba-tiba pesawat merosot tajam. Kemudian yang tak pakai sabuk pengaman terlempar ke langit-langit," kata penumpang bernama Dzafran Amir seperti dikutip dari Reuters, pada Selasa (21/5).
"Beberapa orang kepalanya terbentur kabin di atas dan itu penyok, mereka menabrak tempat lampu dan masker berada dan langsung mengenainya," sambung dia.
Pasca melakukan pendaratan darurat, Polisi imigrasi Thailand memastikan medis sudah dikirimkan untuk membantu mengevakuasi penumpang di pesawat Singapore Airlines.
“Singapore Airlines menyampaikan belasungkawa sedalam-dalamnya kepada keluarga almarhum. Kami bekerja sama dengan pihak berwenang setempat di Thailand untuk memberikan bantuan medis yang diperlukan, dan mengirimkan tim ke Bangkok untuk memberikan bantuan tambahan yang diperlukan,” kata maskapai itu.
Artikel ini dioptimasi dari Kompas.com dan Tribunnews.com
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/gorontalo/foto/bank/originals/Geoff-Kitchen.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.