Berita Internasional

Populasi China Terus Menurun Tajam, Sudah tak Tertolong

Ini memperpanjang tren negatif selama lebih dari enam dekade pertumbuhan penduduk, dan memicu kekhawatiran krisis demografi yang kian nyata.

Penulis: Redaksi | Editor: Wawan Akuba
Photo by Pedro Pardo / AFP
Orang-orang di jalanan Beijing. 

TRIBUNGORONTALO.COM, Internasional -- Data resmi yang dirilis Rabu (17/1/2024) menunjukkan bahwa penurunan populasi China semakin cepat pada tahun 2023.

Ini memperpanjang tren negatif selama lebih dari enam dekade pertumbuhan penduduk, dan memicu kekhawatiran krisis demografi yang kian nyata.

Setelah lama menjadi negara dengan penduduk terbanyak di dunia, China kini tertinggal oleh India. Pemerintah China pun berjibaku untuk menaikkan angka kelahiran yang terus menurun melalui berbagai subsidi dan propaganda pro-fertilitas.

Baca juga: Korsel, AS, dan Jepang Gelar Latihan Gabungan Laut Terbesar, Balas Ancaman Nuklir Korut

Baca juga: Aljazair Tolak Kebebasan Taiwan, Tegaskan Komitmen Terhadap Prinsip Satu Tiongkok

"Hingga akhir tahun 2023, populasi nasional tercatat sebesar 1.4 miliar jiwa. Angka ini menurun 2,08 juta jiwa dibanding akhir tahun 2022," ungkap Biro Statistik Nasional (NBS) Beijing pada hari Rabu dikutip thepeninsulaqatar.com, Rabu.

Penurunan tahun lalu lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan penurunan yang dilaporkan pada tahun 2022, ketika negara itu kehilangan 850.000 jiwa dan mengalami penyusutan penduduk untuk pertama kalinya sejak 1960.

"Pada tahun 2023, jumlah kelahiran tercatat 9,02 juta dengan tingkat kelahiran 6,39 per seribu," ujar NBS, turun dari 9,56 juta kelahiran pada tahun 2022.

China mengakhiri kebijakan "satu anak" yang ketat pada tahun 2016, yang diterapkan pada tahun 1980-an karena kekhawatiran kelebihan populasi. Pemerintah kemudian kembali mengizinkan pasangan memiliki tiga anak pada tahun 2021.

Namun, kebijakan itu gagal membalikkan tren penurunan demografis di negara yang selama ini mengandalkan tenaga kerja besar sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi.

Banyak yang menyalahkan tingginya biaya hidup dan meningkatnya jumlah perempuan yang masuk ke dunia kerja dan mengejar pendidikan tinggi atas penurunan angka kelahiran.

"Tren penurunan populasi China pada dasarnya tidak mungkin dibalikkan," ungkap He Yafu, ahli demografi independen China, kepada AFP.

"Bahkan jika fertilitas distimulasi, sulit bagi China untuk mencapai tingkat penggantian generasi, karena generasi muda sekarang mengubah paradigma mereka terhadap fertilitas dan secara umum tidak bersedia memiliki lebih banyak anak," kata He.

Untuk menunda krisis ekonomi akibat menyusutnya jumlah pekerja usia produktif, He mendorong pemerintah untuk memperbanyak insentif termasuk tunjangan pengasuhan anak.

"Juga mengembangkan layanan penitipan anak universal, dan meningkatkan proporsi anak di bawah usia tiga tahun yang masuk ke sekolah anak-anak,"  katanya. (*)

++Berita dioptimasi dari thepeninsulaqatar.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved