Pemilu 2024
Pengamat Politik Gorontalo Hendra Yasin Sebut Sistem Proporsional Tertutup Untungkan Partai Besar
Hendra Yasin Direktur Curva Survei Indonesia berpendapat, sistem pemilu adalah bagian dari manipulatif politik. Antara sistem terbuka atau tertutup.
Penulis: Risman Taharudin | Editor: Fadri Kidjab
"Terkadang ada kandidat yang lahir itu adil berwibawa tentu berdasarkan hasil survei yang dibutuhkan rakyat. Kemudian diejawantahkan menjadi personal kandidat," ungkapnya.
Sebagai contoh, perihal hak dipilih lebih condong ke sistem pemilu proporsional tertutup.
Merunut pada putusan MK, Nomor.14/PUU/XI/2013 , kurang lebih ada enam kesimpulannya; sistem presidensial efektif, penyederhanaan sistem kepartaian dan bangunan sistem koalisi strategic, pemilu serentak antara pileg dan pilpres, pemilu efektif dan efisien, serta menjaga konflik horizontal serta menghasilkan pemilih cerdas.
Melihat putusan MK 2013, yang menghadirkan beberapa poin, menjadi pertanyaan besarnya, apakah sistem presidensial yang dilalui sudah efektif atau tidak. Pertanyaan kedua adalah apakah sistem partai kita sudah sederhana atau tidak, ketiga soal sistem koalisi strategic.
"Hari ini kita ketahui sistem partai kita ialah multi partai yang kemudian sangat banyak, makanya sebenernya ada tujuan menyerahkan partai dengan menaikkan Parlemen threshold menjadi empat persen. Walaupun mau dinaikkan menjadi perdebatan di kalangan anggota DPR RI," paparnya.
Termasuk soal koalisi strategic, secara jujur bisa dikatakan tidak tahu mana partai nasionalis, agamais yang basisnya islamis atau religius. Soal berkoalisi misalnya, tiba-tiba nasionalis berkumpul dengan basisnya islamis religius.
Jika melihat amar putusan sistem pemilu, tentu menjadi hal sangat penting, apakah terbuka atau tertutup. Katanya, jika melihat sistem proporsional terbuka saat ini, sangat kental konflik horizontal di kalangan masyarakat, disebabkan basis yang dipilih adalah perseorangan.
Masalah Indonesia saat ini disebut tak memiliki cara bagaimana mengevaluasi sistem pemilu . Harusnya dalam dua kali pemilu itu ada evaluasi.
"Sejauh ini kepartaian kita Indonesia bisa disebut partai kecoh yang setiap tahun pemilu pasti akan berbeda isunya," tutup Hendra. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.