Opini
Karya Sastra Sebagai Representasi Kehidupan Manusia pada Sebuah Zaman
Sastra hadir menjembatani sekat-sekat perbedaan, hingga keindahannya menawarkan suatu harmoni.
Penulis: Nur Aina Ahmad, Dosen IAIN Sultan Amai Gorontalo
Sastra adalah samudera seni yang maha luas. Di dalamnya begitu banyak hal yang bisa diselami dengan khidmat, hidup, cinta kasih, kemanusiaan, keberagaman budaya, kemahaan sang pencipta, kesemuanya menjadi tak berbatas dalam sastra.
Sastra hadir menjembatani sekat-sekat perbedaan, keindahannya menawarkan harmoni.
Sehingga, wajar saja jika Lafevere menyebut sastra sebagai deskripsi pengalaman kemanusiaan yang memiliki dimensi personal dan sosial sekaligus, serta pengetahuan kemanusiaan yang sejajar dengan bentuk hidup itu sendiri.
Dalam sejarah Yunani Kuno, seni dan sastra pernah menjadi perdebatan antara Plato dan Aristoteles.
Sebab, sastra bagian dari seni yaitu seni sastra. Plato berpendapat negatif terhadap seni. Menurutnya, seni hanya menyajikan suatu khayalan tentang kenyataan dan tetap jauh dari "kebenaran."
Alur berpikir Plato ini, setiap benda yang diamati berwujud dalam berbagai bentuk. Namun, setiap benda itu mencerminkan suatu ide yang asli (gambar induk). Teeuw dalam bukunya menguraikan konteks di mana berbeda dengan Plato yang cenderung merendahkan karya seni dalam hubungannya dengan kenyataan.
Sedangkan, Aristoteles memberikan penghargaan tinggi terhadap karya seni. Menurutnya, seni menjadi sarana pengetahuan yang khas, dan unik untuk membayangkan pemahaman tentang aspek atau tahap situasi manusia yang tidak dapat diungkapkan dan dikomunikasikan dengan jalan lain.
Namun begitu, kisah perdebatan tersebut dalam perjalanan abad setelahnya telah membuktikan keberadaan seni. Dalam hal ini sastra sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam sejarah perjalanan umat manusia.
Membangun ruang kebijaksanaan dalam kompleksitas persoalan yang dihadapi sebagaimana sastra didefinisikan dengan indah.
Sastra berasal dari bahasa Sansekerta, bermakna kebijaksanaan atau pedoman. Maka sejatinya yang diharapkan dari hasil suatu sastra yang dibuat oleh sastrawan dalam proses kreatifnya adalah lahirnya sebuah karya yang berisikan kebijaksanaan untuk manusia dalam mengarungi kehidupan.
Selanjutnya, tentu menarik jika menilik kontribusi karya sastra dalam banyak aspek kehidupan manusia. Termasuk di dalamnya, sebagai sarana mewariskan nilai tradisi dan sosial budaya.
Di Indonesia, sejak era 1900-an awal, ketika Balai Pustaka hadir sebagai badan penerbit yang telah banyak menerbitkan hasil karya para penulis atau sastrawan pada masa itu, telah lahir berbagai karya sastra berupa roman atau novel, kumpulan cerpen maupun kumpulan syair.
Misalnya, roman Sitti Nurbaya karya Marah Rusli, Azab dan Sengsara karya Merari Siregar, Apa Dayaku Karena Aku Perempuan, kumpulan Syair Nyanyi Sunyi karya Amir Hamzah, dan kumpulan cerpen Teman Duduk karya M.Kasim.
Beberapa karya sastra tersebut bisa dikatakan sebagai representasi potret kehidupan masyarakat pada masanya, yang oleh pengarang dijabarkan dalam pemilihan latar sosial tokoh.
Sebagai contoh, cerita novel Apa Dayaku Karena Aku Perempuan, novel ini menceritakan seorang perempuan bernama Ani. Kisahnya berlatar budaya Minangkabau.
Ceritanya menekankan pertentangan antara kaum muda dan kaum tua. Ani dan kekasihnya ingin menikah di usia yang sudah matang dan dapat mandiri secara finansial. Namun, ayah Ani dan tetua adat menentangnya. Mereka menganggap menikah di usia dewasa adalah adat penjajah.
Apa yang diuraikan sebagai latar sosial dalam novel tersebut, didasarkan kondisi sosial masyarakat pada masa itu. Khususnya di Minangkabau.
Potret sosial tersebut menjadi sumber imajinasi banyak pengarang dalam menarasikan karyanya. Hal ini tentu menjadi bukti, bahwa karya sastra bisa menjadi representasi kehidupan manusia pada sebuah zaman. (*)
OPINI : Dekadensi Moral dan Darurat Kekerasan pada Anak Usia Dini di Provinsi Gorontalo |
![]() |
---|
Merokok dan Kemiskinan: Analisis Kebijakan Publik untuk Memutus Siklus Kemiskinan Akibat Rokok |
![]() |
---|
Antara Hukum dan Kenyataan: Regulasi Perkawinan Anak Belum Jadi Tameng di Gorontalo |
![]() |
---|
Aktivis Perempuan Gorontalo: Labelling Bikin Korban Kasus Pelecehan Takut Melapor |
![]() |
---|
Edukasi Menjaga Kesehatan Mental Anak Melalui Layanan Paud Berbasis Teknologi Pembelajaran |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.