Imlek Gorontalo

Sembahyang Leluhur Jelang Imlek Gorontalo 2023, Ini Tujuannya

Pada dasarnya, sembahyang kepada leluhur memang lazim dilakukan oleh para etnis Tionghoa dengan kepercayaan Konghucu. 

TribunGorontalo.com/WawanAkuba
Masyarakat Tionghoa tengah sembahyang di Kelenteng Tulus Harapan Kita, Kota Gorontalo. 

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo - Perayaan Imlek Gorontalo 2023 nanti akan diawali oleh etnis Tionghoa dengan sembahyang untuk leluhur. 

Menurut pemimpin ritual di Klenteng Tulus Harapan Kita, William Kolina, sembahyang leluhur akan dilakukan jelang pergantian hari atau pada pukul 23.00 Wita nanti di kelenteng tersebut. 

Pada dasarnya, sembahyang kepada leluhur memang lazim dilakukan oleh para etnis Tionghoa dengan kepercayaan Konghucu. 

Marcus A.S dalam bukunya berjudul “Hari-Hari Raya Tionghoa” mengutip pepatah etnis Tionghoa. 

Baca juga: Komunitas Tionghoa Open House Tahun Baru Imlek 2023 di Rinra Hotel Makassar

Pepatahnya sebagai berikut: “Jika kita minum air, maka kita harus selalu ingat kepada sumbernya.”.

Pepatah ini mengartikan seseorang untuk tidak lupa terhadap asalnya. Sebab, kehidupan tidak akan ada tanpa leluhur.  

Melalui pepatah itu, etnis Tionghoa ingin mengingatkan manusia untuk bersyukur akan kehidupan yang dijalani dengan memberi penghormatan kepada para leluhur. 

Sebetulnya leluhur menurut para etnis Tionghoa tidak melulu soal kakek dan nenek moyang, namun mencakup keturunan yang lahir sebelum orang tersebut termasuk ayah dan ibu. 

Umat Konghucu dan Buddha percaya bahwa ada kehidupan setelah kematian. Hal tersebut juga menjadi alasan mengapa ada sembahyang leluhur.

Baca juga: Jelang Imlek, Etnis Tionghoa Gorontalo Gelar Ritual Pengantaran Dewa Dapur

Baca juga: Kelenteng Perayaan Imlek Gorontalo Nyaris Berusia 200 Tahun, Dibangun Atas Patungan

Sembahyang leluhur tidak hanya dilakukan untuk menghormati dan mendoakan arwah leluhur yang dikenal, tetapi juga yang tidak dikenal secara langsung. 

Namanya adalah Sembahyang Rebutan. Namun, ada juga yang menyebutnya Sembahyang Cio-ko pada bulan tujuh (Cit-gwee). 

Sementara dalam ajaran Buddha, sembahyang tersebut dikenal dengan upacara Ulambana. Dalam kebudayaan Tionghoa, khususnya mereka yang memegang kepercayaan Konghucu, sembahyang leluhur merupakan hal yang wajib untuk dilakukan. 

Beberapa orang Tionghoa masih memiliki altar sembahyang dalam rumah yang disebut sebagai Meja Abu. 

Barang-barang yang terdapat di atas Meja Abu antara lain adalah papan arwah, dupa dan lilin, uang kertas, serta makanan dan minuman. 

Hidangan yang disajikan oleh setiap orang Tionghoa memiliki variasi yang berbeda yang juga disesuaikan dengan kondisi ekonomi masing-masing.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved