Aliansi Jurnalis Independen

Catatan AJI, Jurnalis Dalam Situasi Belum Aman Bekerja Selama 2022

Hal itu ditandai dengan meningkatnya kasus kekerasan, terbitnya pelbagai undang-undang yang membahayakan keamanan jurnalis, serta lemahnya

TribunGorontalo.com
Jurnalis dalam kondisi tidak aman. 

Kegagalan reformasi Polri ini memungkinkan kultur kekerasan yang menguat di tubuh kepolisian, sehingga melahirkan siklus kekerasan berikutnya yang terus mengikis kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.

“Impunitas membuat jurnalis dapat diserang dan dibungkam, membuat personel polisi lainnya berani untuk melakukan serangan serupa. Oleh karena itu, Presiden Jokowi dan Kapolri harus mengevaluasi penggunaan kekuatan yang berlebihan dan pengamanan demonstrasi yang tidak sesuai dengan prinsip HAM. Evaluasi tersebut harus diikuti dengan menindak dan memproses secara hukum anggota polisi yang telah melakukan kekerasan pada jurnalis,” kata Sasmito.

Keamanan Ekonomi

Di tengah serangan dan hambatan regulasi tersebut, secara internal, situasi ekonomi jurnalis di Indonesia juga makin rentan. 

Hal itu ditunjukkan dengan masih berlanjutnya pemutusan hubungan ketenagakerjaan pada 2022. AJI Indonesia menerima tiga pengaduan PHK sepihak yang dialami oleh sekitar 200-an pekerja media BeritaSatu TV, 20 pekerja media Viva.co.id, dan 12 pekerja media Lampung Post.

Selain itu, belum seluruh jurnalis terlindungi oleh jaminan sosial. Survei AJI Indonesia terhadap 144 jurnalis di seluruh Indonesia, terdapat 112 jurnalis (78,3 persen) yang sudah terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dan 31 jurnalis (21,7 persen) lainnya belum terdaftar. 

Namun, sebagian besar (55 persen) jurnalis yang memiliki BPJS Kesehatan karena mendaftar mandiri dan 44 persen didaftarkan oleh perusahaan. Sedangkan untuk BPJS Ketenagakerjaan, sebanyak 55,6 persen responden belum terdaftar dan 44,4 persen sudah terdaftar.

Ketimpangan gender masih dialami oleh jurnalis perempuan di redaksi. Survei AJI Indonesia dan PR2Media terhadap 405 jurnalis perempuan di 34 provinsi menemukan 68 jurnalis perempuan (16,8 persen) dari total responden mengakui adanya diskriminasi dalam pemberian remunerasi di tempat mereka bekerja. 

Remunerasi itu termasuk gaji pokok, bonus dan tunjangan. Sebanyak 58 % responden menyatakan jurnalis perempuan tidak bisa mendapatkan tunjangan asuransi kesehatan untuk seluruh anggota keluarga mereka.

Dalam survei tersebut, 11,6 % jurnalis perempuan mengatakan tempat mereka bekerja tidak memberikan hak cuti melahirkan bagi jurnalis perempuan dan 67,9 % jurnalis perempuan mengatakan bahwa tempat mereka bekerja tidak memberikan cuti haid.

Download catatan lengkap di sini. (*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved