Pesan Mahfud MD soal Penegakan Hukum di Kasus Dugaan Korupsi Lukas Enembe: Tak Boleh Dipolitisasi
Mahfud MD tegaskan bahwa penegakan hukum dalam kasus dugaan korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe tak boleh dicampuradukkan dengan unsur politik.
Penulis: Nina Yuniar | Editor: Ananda Putri Octaviani
TRIBUNGORONTALO.COM - Menkopolhukam Mahfud MD memperingatkan bahwa penegakan hukum dalam kasus dugaan korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe tak boleh dipolitisasi.
Mahfud MD juga menegaskan bahwa penegakan hukum harus dilakukan tanpa ada unsur politik dalam penanganan kasus dugaan korupsi yang menjerat Lukas Enembe ini.
Baik pemerintah maupun partai, kata Mahfud, tak boleh mempolitisasi penengakan hukum terkait kasus dugaan rasuah Lukas Enembe.
"Pokoknya hukum itu harus ditegakkan dan tidak boleh dipolitisir," ujar Mahfud MD, Rabu (21/9/2022) seperti dilansir TribunGorontalo.com dari kanal YouTube KOMPASTV.
Baca juga: Apa Itu Praperadilan? Langkah yang akan Ditempuh Lukas Enembe karena Ditetapkan Tersangka KPK
"Baik pemerintah tidak boleh mempolitisir hukum, partaipun tidak boleh mempolitisir hukum, massa juga tidak boleh," sambungnya.
Sebagaimana diketahui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Lukas Enembe menjadi tersangka.
Lukas Enembe ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga menerima gratifikasi senilai Rp 1 miliar.
Selain itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transkasi Keuangan (PPATK) juga melaporkan temuan dari hasil analisis adanya 12 transaksi oleh Lukas Enembe yang nilainya hingga ratusan miliaran rupiah.
Lukas Enembe sendiri tak memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa di Mako Brimob Papua pada 12 September 2022 lalu.
Baca juga: Lukas Enembe Jadi Tersangka sebelum Diperiksa KPK, Ini Kata MAKI dan Langkah Lawyer Gubernur Papua
Meski belum diperiksa KPK, Lukas Enembe tetap dijadikan sebagai tersangka korupsi.
Perihal ditetapkannya Lukas Enembe menjadi tersangka sebelum diperiksa KPK, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman pun angkat bicara.
Diberitakan sebelumya, menurut Boyamin, penetapan seseorang menjadi tersangka bisa dilakukan selama penyidik KPK telah mengantongi minimal 2 alat bukti.
"Penyidik mana pun, jika 2 alat bukti sudah cukup minimalnya dan peristiwanya ada, sebenarnya sudah bisa langsung menentukan," kata Boyamin, Rabu (21/9/2022) seperti dilansir TribunGorontalo.com dari kanal YouTube KOMPASTV.
Baca juga: Berhasilkah Character Building Pendidikan Anti Korupsi?
"Seperti dalam kasus-kasus sederhana misalnya, perampokan atau kecelakaan, itukan langsung penyidikan aja itu tanpa harus penyelidikan karena sesuatu yang frasa hukumnya itu sudah sederhana memang ada 2 alat bukti," lanjutnya.
Boyamin menuturkan bahwa dalam perkara korupsi, kerap ditemukan kasus di mana seseorang terduga ditetapkan sebagai tersangka meski belum diperiksa.