Bukti Baru dari Greenpeace: Perusahaan Sawit di Papua Abaikan Perintah Menteri LHK

Menurut penyelidikan Greenpeace, perusahaan sawit di Papua melanjutkan pembukaan hutan padahal sudah dilarang Menlhk...

Penulis: Redaksi |
TribunGorontalo.com/GreenPeace
Perusahaan sawit di Papua PT Permata Nusa Mandiri melanjutkan pembukaan hutan dan operasi lainnya yang bertentangan dengan perintah Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya dan pejabat investasi lokal. 

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo - ​​Penyelidik Greenpeace Indonesia hari ini menghadirkan bukti terkait perusahaan sawit di Papua

Menurut penyelidikan itu, perusahaan sawit di Papua itu melanjutkan pembukaan hutan dan operasi lainnya yang bertentangan dengan perintah Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya dan pejabat investasi lokal.

Adapun perusahaan sawit di Papua itu yakni PT Permata Nusa Mandiri. Sejauh ini juga menghadapi penolakan vokal dari Masyarakat Adat yang menuntut agar tidak merambah tanah adat mereka. 

Pada tanggal 5 Juli 2022, penyelidik Greenpeace merekam operasi perusahaan dan alat berat di lokasi termasuk enam ekskavator bersama dengan kendaraan perusahaan lainnya.

Perusahaan tetap melanjutkan operasi pada bulan Juli termasuk alat penggali yang membersihkan vegetasi, mengolah tanah, dan pekerja yang terlibat dalam perluasan kelapa sawit.

Citra penginderaan jauh menunjukkan pembukaan hutan yang luas sekitar awal tahun diikuti oleh pembukaan baru pada minggu pertama bulan Juli.

Padahal pada 6 Januari, Presiden Joko Widodo “Jokowi” mengumumkan pemerintahannya mencabut izin untuk sejumlah perkebunan kelapa sawit; Hal itu dilakukan pada hari yang sama melalui SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya yang mencabut izin pelepasan hutan negara bagi PT PNM

Dalam beberapa hari setelah pengumuman, mesin mulai menebangi 70 hektar hutan di dalam konsesi PT PNM yang tidak aktif.

Bulan berikutnya, Badan Penanaman Modal Kabupaten Jayapura juga mengeluarkan perintah yang mengharuskan perusahaan menghentikan operasinya.

“Rekaman video kami menunjukkan ekskavator perusahaan masih bekerja enam bulan setelah pengumuman Presiden Jokowi dan pembatalan izin pelepasan kawasan hutan perusahaan oleh Menteri Nurbaya. Pemilik perusahaan abai terhadap perintah presiden, menterinya, hukum lingkungan dan hak atas tanah adat,” kata Sekar Banjaran Aji, juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia.

 “Operasi perusahaan yang berkelanjutan merusak hutan kami. Jika perusahaan bahkan mengabaikan perintah pemerintah, lalu seberapa besar perhatian yang akan diberikan kepada kami sebagai Pribumi?” kata Rosita Tecuari, ketua Organisasi Perempuan Adat(ORPA)  Namblong.

Kata dia, mereka hidup bagai di neraka sejak kedatangan perusahaan, yang mengancam seluruh wilayah tradisional.

“Kami menyerukan kepada menteri, gubernur, bupati dan semua pejabat yang bertanggung jawab untuk segera menegakkan hak-hak masyarakat adat, khususnya hak-hak perempuan adat, terhadap pelanggaran perusahaan ini,” kata Rosita. 

Terkait hal ini, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Nico Wamafma mengatakan, Bupati harus menindak tegas perusahaan yang melanggar hak masyarakat adat dan merugikan kabupaten ini.

Aparat penegak hukum juga harus mengambil tindakan dalam kasus ini. 

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved