Harlah Pancasila

Presiden Soekarno Bahas Nasionalisme saat Sidang Umum PBB

Pancasila yang menjadi dasar negara Republik Indonesia pertama kali diperkenalkan kepada dunia melalui forum Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Editor: Lodie Tombeg
kompas.com
Soekarno memberikan jawaban untuk pidato sambutan Kennedy di Pangkalan Angkatan Udara Andrews. 

TRIBUNGORONTALO.COM, Jakarta - Pancasila yang menjadi dasar negara Republik Indonesia pertama kali diperkenalkan kepada dunia melalui forum Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Peristiwa itu terjadi pada 30 September 1960.

Saat itu Presiden Soekarno diberi kesempatan menyampaikan pidato di Sidang Umum PBB yang berjudul Membangun Dunia Kembali (To Build The World A New).

Dikutip dari situs Kepustakaan Presiden Perpustakaan Nasional Indonesia, teks pidato Soekarno di Sidang Umum PBB itu sepanjang 28 halaman.

Sedangkan di dalam pidato itu dia menyinggung Pancasila sebanyak 23 kali. Menurut Bung Karno, sapaan Soekarno, Pancasila adalah lima sendi negara yang tidak berpangkal kepada gagasan Manifesto Komunis atau Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat.

"Memang, gagasan-gagasan dan cita-cita itu, mungkin sudah ada sejak berabad-abad telah terkandung dalam bangsa kami. Dan memang tidak mengherankan bahwa faham-faham mengenai kekuatan yang besar dan kejantanan itu telah timbul dalam bangsa kami selama dua ribu tahun peradaban kami dan selama berabad-abad kejayaan bangsa, sebelum imperialisme menenggelamkan kami pada suatu saat kelemahan nasional," kata Soekarno dalam pidato. Sukarno lantas membedah makna setiap sila dalam Pancasila.

Pertama adalah soal Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam pidato itu, Sukarno menyampaikan bangsa Indonesia terdiri dari beragam pemeluk agama.

Maka dari itu, kata Soekarno, walau memeluk keyakinan yang berbeda tetapi rakyat tetap menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai falsafah yang paling utama dalam hidup.

"Bahkan mereka yang tidak percaya kepada Tuhan pun, karena toleransinya yang menjadi pembawaan, mengakui bahwa kepercayaan kepada Yang Maha Kuasa merupakan karakteristik dari bangsanya, sehingga mereka menerima Sila pertama ini," ucap Soekarno.

Yang kedua, kata Soekarno, adalah soal nasionalisme. Dia mengatakan kekuatan dari nasionalisme Indonesia dan hasrat akan kemerdekaan mempertahankan hidup memberi kekuatan untuk menghadapi penjajahan dan perjuangan meraih kemerdekaan.

"Dewasa ini kekuatan yang membakar itu masih tetap menyala-nyala didada kami dan tetap memberi kekuatan hidup kepada kami!," ucap Sukarno. "Akan tetapi nasionalisme kami sekali-kali bukanlah Chauvinisme. Kami sekali-kali tidak menganggap diri kami lebih unggul dari bangsa-bangsa lain," lanjut Soekarno.

Soekarno juga menyinggung soal nasionalisme dan perjuangan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika yang memerdekakan diri dari penjajahan bangsa asing. Selain itu, dia turut mengkritik pandangan nasionalisme negara-negara Barat.

"Di Barat, nasionalisme berkembang sebagai kekuatan yang agresif yang mencari ekspansi serta keuntungan bagi ekonomi nasionalnya. Nasionalisme di Barat adalah kakek dari imperialisme, yang bapaknya adalah Kapitalisme," kata Soekarno.

"Di Asia dan Afrika dan saya kira juga di Amerika Latin, nasionalisme adalah gerakan pembebasan, suatu gerakan protes terhadap imperialisme dan kolonialisme, dan suatu jawaban terhadap penindasan nasionalisme-chauvinis yang bersumber di Eropa," lanjutnya.

Soekarno kemudian melanjutkan pembahasan kepada sila ketiga yang menyinggung soal internasionalisme.

Menurut dia, pergaulan negara-negara di dunia melalui organisasi seperti PBB akan tumbuh sehat jika setiap bangsa saling menghormati. "Bukankah Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa itu merupakan bukti yang nyata dari hal ini?

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved