Mapala Gorontalo Meninggal
Wadek FIS Universitas Negeri Gorontalo Akui Tanda Tangannya Dipalsukan Panitia Diksar Mapala
Kasus kematian mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Muhammad Jeksen (MJ), usai mengikuti diksar Mapala Butaiyo Nusa, mengungkap fakta baru.
Penulis: Herjianto Tangahu | Editor: Fadri Kidjab
Universitas Negeri Gorontalo (UNG) secara resmi menjatuhkan sanksi akademik berupa skorsing kepada sembilan mahasiswa.
Mereka adalah panitia kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar) Mapala yang diikuti oleh mendiang Muhamad Jeksen, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial (FIS) UNG.
Rektor UNG, Eduart Wolok, mengatakan keputusan itu diambil berdasarkan hasil investigasi internal di tingkat fakultas.
“Untuk panitia pelaksana kegiatan tersebut dikenakan sanksi skorsing satu sampai dua semester. Ada yang dua semester, ada yang satu semester, dan mulai berlaku sejak semester ini,” kata Eduart kepada wartawan, pada Rabu (1/10/2025).
Eduart menegaskan, UNG juga telah membentuk tim investigasi baru di tingkat universitas untuk memastikan hasil yang lebih objektif dan menjadi dasar pengambilan langkah selanjutnya.
“Investigasi akan diperluas di tingkat universitas agar hasilnya benar-benar bisa menjadi dasar pengambilan langkah. Tim ini bisa melibatkan unsur yang lebih luas, termasuk keluarga korban,” ujarnya.
Selain sanksi administratif, Eduart menyebut proses pidana tetap berjalan paralel di kepolisian. Rektor juga membuka opsi pembekuan organisasi Mapala Butaiyo Nusa.
“Kalau panitia sudah jelas dijatuhi skorsing. Untuk organisasi, opsinya bisa dilakukan pembekuan sementara sambil menunggu hasil investigasi universitas,” jelas Eduart.
Baca juga: Rektor UNG Gorontalo Bersitegang dengan Demonstran, Kecewa Dituduh Tak Punya Empati Kematian Jeksen
Keluarga Jeksen tuntut keadilan
Kasus meninggalnya mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Muhamad Jeksen (MJ), usai mengikuti Pendidikan Dasar Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala), terus menjadi sorotan publik.
Meskipun jenazah telah dimakamkan di kampung halaman, keluarga Jeksen menyatakan kesiapan penuh jika proses hukum mengharuskan pembongkaran makam (ekshumasi).
Kesiapan ini disampaikan oleh Elfin, salah satu perwakilan keluarga, dalam siniar (podcast) Saksi Kata di Studio TribunGorontalo.com yang dipandu Herjianto Tangahu, Jumat (26/9/2025).
Menurut Elfin, keluarga di Muna, Sulawesi Tenggara, telah siap kapan pun proses ekshumasi dibutuhkan demi kepentingan penyelidikan.
"Tetap di ekshumasi kalau seandainya itu dibutuhkan," ungkap Elfin.
Elfin menjelaskan, keluarga besar korban, penasihat hukum, serta koalisi anti kekerasan mendesak kepolisian agar kasus ini segera diusut secara terbuka dan transparan. Mereka berharap proses hukum berjalan cepat tanpa ada upaya pengaburan fakta.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.