KBRI Takhta Suci

Hadiri Algorethics and Governance Konferensi di Vatikan, Luhut Panjaitan : AI Bukan Monster

Ketua Dewan Ekonomi Indonesia Luhut Binsar Panjaitan memberikan pidato pembukaan Konferensi  Algorethics and Governance

Editor: Aldi Ponge
KBRI VATIKAN
HADIRI KONFERENSI - Ketua Dewan Ekonomi Indonesia Luhut Binsar Panjaitan memberikan pidato pembukaan Konferensi  Algorethics and Governance di Saint John Paul II Auditorium, Pontifical Universita Urbaniana, Vatikan.  

Tindakan Nyata

Kata Luhut pendidikan merupakan alat untuk meningkatkan kemanusiaan. Untuk itu, di Indonesia telah diperkenalkan sebuah gerakan metode pembelajaran dengan nama GASING (GAmpang, aSIk, menyenaNGkan). Metode ini   dikembangkan oleh  Yohanes Surya sehingga menjadikan pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan bukan sebuah ketakutan. 

Metode Gasing adalah suatu metode pembelajaran matematika dengan langkah demi langkah yang membuat anak menguasai matematika secara gampang, asyik dan menyenangkan.

Metode ini, misalnya pada tahun 2008, diperkenalkan dan diterapkan pada siswa di Tolikara, Papua, tempat di mana indeks manusianya paling rendah di Indonesia saat itu. Di Tolikara, ketika itu, seorang siswa SMA belum bisa menghitung operasi perkalian 1-10, bahkan mengoperasikan penjumlahan masih belum lancar. 

Anak daerah itu dibawa ke Jakarta untuk diberikan pelatihan. Dalam waktu 6 bulan, siswa itu mampu menguasai seluruh materi SD, yang seharusnya diajarkan selama 6 tahun.

Pendidikan dengan menggunakan Metode Gasing  ini telah dilakukan di wilayah Indonesia mulai dari Papua sampai dengan Sumatera dimana anak-anak belajar melalui tawa, permainan dan nyanyian. Dengan metode ini pendidikan merupakan alat untuk transformasi dan bukan hanya sebagai informasi.

Berpusat pada Manusia

Sebagaimana dikatakan Paus Fransiskus beberapa waktu lalu, bahwa AI harus berpusat pada manusia, Luhut menyatakan perlu seruan global untuk pengembangan AI yang berpusat pada manusia. Yakni, melindungi martabat manusia di dalam semua sistem yang dibangun.

Selain  itu juga mendorong inklusifitas sehingga setiap komunitas dapat berpartisipasi dalam era AI; Memperkuat pendidikan sebagai pondasi bagi kemajuan yang berkeadilan. 

Yang tidak kalah penting, kata Luhut, adalah melestarikan identitas budaya dan jangan membiarkan teknologi menghancurkannya. "AI hendaknya mengangkat kemanusiaan dengan memprioritaskan pada orang-orang yang miskin dan rentan," katanya.

Di akhir pidatonya Luhut  mengatakan bahwa konferensi-konferensi saja tidak cukup. Tetapi harus dilanjutkan dengan tindakan nyata. Negara-negara lain, bisa belajar dari Indonesia, misalnya yang sudah menerapkan Metode Gasing.

Sekali lagi, Luhut  menegaskan,  AI yang merupakan transformasi besar umat manusia "harus tetap sebagai alat" di tangan manusia. (**/KBRI Takhta Suci)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved