Kasus Puskes Sipatana

Ombudsman Gorontalo Soroti Dugaan Pelanggaran Berat, Kapus Sipatana Menolak Klarifikasi

Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Gorontalo memberikan keterangan setelah melakukan kunjungan ke Puskesmas Sipatana

Penulis: Jefry Potabuga | Editor: Fadri Kidjab
TribunGorontalo.com/Jefry Potabuga
DUGAAN MALADMINISTRASI -- Ombudsman RI Perwakilan Gorontalo sidak Puskesmas Sipatana Kota Gorontalo, buntut dugaan kelalaian pelayanan, Kamis (20/11/2025). Kapus menolak klarifikasi. (Sumber foto: TribunGorontalo.com/Jefri Potabuga) 

TRIBUNGORONTALO.COM – Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Gorontalo, Muslimin B Putra, memberikan keterangan setelah melakukan kunjungan ke Puskesmas Sipatana, Kamis (20/11/2025).  

Kunjungan tersebut dilakukan menyusul viralnya kasus ambulans yang tidak siap digunakan saat seorang warga dalam kondisi kritis membutuhkan rujukan ke rumah sakit. 

Saat itu, sopir ambulans diduga sedang mengikuti pertandingan bola voli dalam rangka Hari Kesehatan Nasional (HKN).  

Muslimin menuturkan, dirinya bersama tim datang untuk meminta klarifikasi langsung kepada Kepala Puskesmas Sipatana, Rita Bambang.  

“Kami datang untuk meminta klarifikasi, tapi ternyata yang diminta klarifikasi tidak berkenan,” ujarnya.  

Ia menilai sikap tersebut menunjukkan tanda-tanda pelanggaran maladministrasi.  

“Ada indikasi kuat terjadi pelanggaran maladministrasi,” tegas Muslimin.  

Menurutnya, Ombudsman telah memberikan kesempatan kepada pihak terlapor untuk menjelaskan kejadian. Namun karena tidak dapat bertemu langsung, pihaknya akan menempuh prosedur lanjutan.  

“Kami akan melakukan prosedur pemanggilan,” ucapnya.  

Pemanggilan akan dilakukan kepada pihak terkait, termasuk kepala puskesmas, saksi-saksi, serta petugas yang dilaporkan tidak menjalankan tugas saat masyarakat membutuhkan layanan.  

Dugaan Pelanggaran Berat  

Muslimin menegaskan, klarifikasi seharusnya menjadi ruang terbuka bagi pihak terlapor.  

“Kami memberikan ruang bagi penyelenggara pelayanan publik, namun dia tidak mau memberikan klarifikasi dan malah mengunci pintunya,” ujarnya.  

Menurutnya, tindakan menutup akses informasi justru memperkuat dugaan adanya masalah.  

“Ada indikasi kuat mereka tidak ingin memberikan klarifikasi, berarti ada informasi yang dirahasiakan. Padahal informasi pelayanan kesehatan adalah informasi publik,” jelasnya.  

Muslimin menilai kasus ini berpotensi masuk kategori pelanggaran berat.  

“Melihat pemberitaan yang muncul, ini bisa masuk kategori pelanggaran maladministrasi berat,” ungkapnya.  

Ia menjelaskan, kelalaian yang mengakibatkan kematian merupakan bentuk pelanggaran paling serius.  

“Kematian adalah yang paling tinggi, hak hidup orang menjadi hilang,” tegasnya.  
  
Menurut Muslimin, pelayanan yang lalai hingga berdampak fatal masuk kategori pelanggaran berat.  

“Hukumannya bisa berat, berupa pembebasan dari jabatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009,” tegasnya.  

Meski demikian, ia menekankan bahwa temuan ini masih bersifat awal.  

“Ini dugaan, jadi kami masih perlu mendalami,” katanya.  

Ombudsman tetap memberi ruang bagi penyelenggara pelayanan publik untuk memberikan klarifikasi.  

“Kepala puskesmas masih kami beri ruang untuk memberikan klarifikasi,” ujarnya.  

Terkait alasan penolakan, Muslimin mengaku belum mengetahui secara pasti. Informasi dari staf puskesmas menyebutkan bahwa kepala puskesmas sedang sakit.  

“Petugas bilang dia sakit, tapi kok tiba-tiba sakit saat kami ingin meminta klarifikasi,” ujar Muslimin. 

Sosok Havid Duto

Havid Duto, warga Kelurahan Sipatana, Kota Gorontalo, meninggal dunia dalam perjalanan ke RSUD Aloei Saboe.

Nama Havid mendadak viral di media sosial setelah keluarganya menilai pelayanan buruk Puskesmas Sipatana.

Sebelum meninggal, Havid sempat koma dan membutuhkan ambulans untuk mengantarkannya ke rumah sakit. Namun, ambulans tak kunjung tiba hingga Havid terpaksa dibawa menggunakan mobil biasa.

Di balik peristiwa yang kini viral, Havid dikenal sebagai sosok pendiam, sederhana, dan jarang meminta bantuan.  

Sepupu almarhum, Beby Duto, mengenang kembali pribadi Havid saat ditemui TribunGorontalo.com dalam program 'Saksi Kata', pada Rabu malam (19/11/2025).  

“Kami kenal beliau pendiam dan tidak pernah menuntut apa-apa,” ujarnya.

Selama 15 tahun, Havid merantau ke Bandung, Jawa Barat, untuk bekerja mencari nafkah. Ia kembali ke Gorontalo dua tahun lalu setelah penyakit magh yang dideritanya sering kambuh.  

“Almarhum pulang karena sakit. Sudah tidak kuat tinggal di sana,” tambah Beby.  

Havid merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara. Kedua orang tuanya telah lama meninggal dunia. 

Ia tinggal di rumah tantenya yang juga sudah wafat, bersama salah satu kakaknya yang kini menempati rumah tersebut.  

Baca juga: Ambulans Dipersoalkan Keluarga Pasien, Kapus Sipatana Gorontalo Minta Maaf, Sebut Ada Miskomunikasi

Suasana Duka di Rumah Keluarga  

SOSOK HAVID -- Beby Duto menangis saat menceritakan sosok Havid Duto dalam program Saksi Kata, Rabu malam (19/11/2025). Havid Duto telah meninggal dunia. (Sumber Foto: TribunGorontalo.com)
SOSOK HAVID -- Beby Duto menangis saat menceritakan sosok Havid Duto dalam program Saksi Kata, Rabu malam (19/11/2025). Havid Duto telah meninggal dunia. (Sumber Foto: TribunGorontalo.com) (TribunGorontalo.com/Jefry Potabuga)

Ketika TribunGorontalo.com menyambangi keluarga pada Rabu malam, suasana duka masih terasa. 

Beberapa anggota keluarga tampak belum sepenuhnya percaya bahwa Havid pergi begitu cepat. 

Kasus ini menjadi sorotan setelah keluarga menyebut ambulans tidak bisa digunakan untuk membawa Havid karena sopir puskesmas diduga sedang mengikuti pertandingan bola voli.  

“Kami pikir ambulans bisa datang cepat. Tapi kami malah disuruh tunggu,” ucap salah satu keluarga dengan suara tertahan.  

Karena tidak mendapat layanan darurat, keluarga akhirnya mencari cara lain untuk membawa Havid ke rumah sakit. 

Ia sempat mendapat pertolongan selama hampir dua jam, sebelum menghembuskan napas terakhir usai salat magrib.  

Kasus ini kini mendapat perhatian serius dari Ombudsman Gorontalo dan Pemerintah Kota Gorontalo.

Ombudsman telah turun langsung ke Puskesmas Sipatana pada Kamis (20/11/2025) untuk meminta penjelasan dan menelusuri standar pelayanan pada hari kejadian.  

Namun, Kepala Puskesmas Sipatana, Rita Bambang, tidak dapat ditemui karena disebut sedang sakit.  

Keluarga berharap tidak ada lagi warga yang mengalami hal serupa, terutama dalam layanan darurat yang seharusnya cepat dan responsif.  

Warga sekitar juga mengenang Havid sebagai pribadi sederhana.

Beberapa tetangga mengaku terkejut saat mengetahui keterlambatan ambulans menjadi bagian dari peristiwa yang merenggut nyawa Havid.  

“Kami kaget dan sedih,” ujar tetangga Havid.  

 

(TribunGorontalo.com/Jefry Potabuga)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved