Info PPPK Gorontalo
Dari Subuh Hingga Sore, Ribuan Calon PPPK Rela Antre SKCK di Polres Gorontalo
Ribuan calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu memadati halaman Polres Gorontalo, Selasa (16/9/2025).
Penulis: Jefry Potabuga | Editor: Wawan Akuba
TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo – Ribuan calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu memadati halaman Polres Gorontalo, Selasa (16/9/2025).
Para calon ASN ini datang sejak subuh, bahkan ada yang sudah tiba sehari sebelumnya demi mengurus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dan surat keterangan sehat.
Kedua dokumen itu adalah syarat mutlak untuk pengangkatan PPPK paruh waktu di lingkungan Pemerintah Kabupaten Gorontalo tahun 2024.
Sejak siang, antrean terlihat tak berujung. Pihak kepolisian sampai harus memasang tenda tambahan untuk menampung ribuan honorer yang terus berdatangan.
Suasana halaman Polres terasa sumpek kursi-kursi plastik penuh, sebagian honorer memilih berdiri.
Sebagian lain duduk bersila di lantai, sementara keringat mengucur di wajah mereka.
Di antara ribuan wajah itu, tampak Selrin Abas (43), tenaga honorer Puskesmas Boliyohuto. Sudah sejak 2008 ia mengabdi tanpa pernah tahu kapan statusnya akan berubah.
Siang itu, Selrin duduk menunggu giliran dipanggil. Sesekali ia mengipas wajahnya untuk mengusir panas.
“Alhamdulillah, pengabdian selama ini akhirnya bisa terbayarkan,” ucapnya lirih, matanya berkaca-kaca.
Selrin adalah ibu dari dua anak. Satu anak sulungnya kini tengah kuliah, sementara adiknya masih duduk di bangku SMA.
Bertahun-tahun ia hidup dengan gaji honorer yang terbatas, namun tak pernah menyerah.
“Kadang harus menahan keinginan sendiri, yang penting anak-anak sekolah dulu,” katanya dengan senyum ikhlas.
Baginya, kelulusan PPPK bukan hanya pengakuan, tapi jalan baru untuk memperjuangkan masa depan keluarga.
“Saya ingin mengabdi, tulus mengabdi ke masyarakat. Harapannya semoga semua proses cepat selesai,” tambahnya.
Serlin berasal dari Desa Bongongoayu Kecamatan Boliyohuto, ia di sini sudah dua hari, saat ini menginap di kos.
Ia datang dari pukul 06.00 Wita, dirinya telah antri sejak kemarin di jam yang sama.
Tak jauh dari Selrin, ada Marni Abas (55), guru TK Desa Payunga, Kecamatan Batudaa.
Ia sudah 16 tahun mengabdi sebagai honorer. Demi memastikan bisa mengurus berkas, Marni bahkan memilih datang sejak kemarin pagi.
“Sudah terbiasa bertahan dengan segala keterbatasan. Yang penting bisa tetap mengajar untuk anak-anak.” jelasnya.
Baginya, kelas TK yang sederhana di desa adalah tempat ia menyalurkan kasih sayang sekaligus pengabdian, meski balasan materi nyaris tak seberapa.
Di ujung antrean panjang, duduk seorang perempuan nampak jilbab basah karena keringat.
Ia adalah Hadidja Desedi (55), guru TK Pembina Batudaa di Desa Huntu.
Ia menjadi honorer sejak 2004, Hadidja sudah melewati lebih dari dua dekade pengabdian.
Meski usia tak lagi muda, ia masih sabar berdiri, berjam-jam menunggu giliran.
“Kami bertahan bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk bangsa dan keluarga. Mudah-mudahan usaha ini segera terbayarkan,” tuturnya penuh harap.
Hadidja tahu bahwa penghasilan sebagai honorer jauh dari cukup, tetapi setiap pagi ia tetap berdiri di depan kelas, mengajarkan anak-anak kecil menulis huruf pertama mereka.
“Kalau bukan kami, siapa lagi yang mau mendidik mereka di desa?” ucapnya.
Hadidja dan Marni pun datang di jam yang sama yaitu pukul 06.00 Wita.
Menjelang sore, antrean di Polres Gorontalo tak juga surut. Panas kian menyengat, namun semangat para honorer tetap terjaga.
Ada yang berbagi bekal nasi bungkus, ada yang saling mengipas dengan kertas, ada pula yang hanya duduk diam sambil menatap antrean panjang dengan tatapan penuh harap.
Pemandangan itu adalah potret nyata perjalanan panjang para honorer di Kabupaten Gorontalo.
Mereka telah mengabdi puluhan tahun, dengan gaji yang nyaris tak sepadan, namun tetap bertahan karena rasa cinta pada profesi dan pengabdian pada masyarakat.
Hari ini, di bawah tenda yang sesak di halaman Polres, perjuangan mereka seperti menemukan ujungnya.
SKCK dan surat keterangan sehat bukan sekadar selembar kertas, tapi tiket menuju pengakuan setelah bertahun-tahun menunggu kepastian.(*/Jefry)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.