China Semprot Jepang, PM Takaichi Ditegur soal Komentar Taiwan

China memanggil Duta Besar Jepang di Beijing setelah pernyataan kontroversial Perdana Menteri baru Jepang, Sanae Takaichi,

Editor: Wawan Akuba
DOC
INTERNASIONAL -- Sanae Takaich (keempat dari kiri) menang telak dalam pemilihan Perdana Menteri Jepang. 

TRIBUNGORONTALO.COM -- China memanggil Duta Besar Jepang di Beijing setelah pernyataan kontroversial Perdana Menteri baru Jepang, Sanae Takaichi, yang menyebut bahwa Jepang bisa mengerahkan pasukan untuk membantu Taiwan jika terjadi serangan bersenjata terhadap pulau tersebut.

Pernyataan itu disampaikan Takaichi di Parlemen Jepang pekan lalu. Ia mengatakan bahwa serangan terhadap Taiwan dapat masuk dalam kondisi yang memungkinkan Jepang menggunakan hak “pertahanan diri kolektif”, sebagaimana diatur dalam legislasi keamanan Jepang.

“Jika keadaan darurat di Taiwan melibatkan kapal perang dan penggunaan kekuatan, maka itu bisa dianggap sebagai situasi yang mengancam kelangsungan hidup Jepang, bagaimana pun cara Anda melihatnya,” ujar Takaichi di hadapan legislator pada 10 November.

Beijing menolak tegas pernyataan tersebut, karena China menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya dan tidak menutup kemungkinan penggunaan kekuatan untuk melakukan reunifikasi.

Menurut pernyataan yang dipublikasikan Kementerian Luar Negeri China pada 14 November, Wakil Menlu Sun Weidong memanggil Dubes Jepang Kenji Kanasugi pada 13 November.

Dalam pertemuan itu, Sun menyampaikan “protes keras atas pernyataan keliru Perdana Menteri Sanae Takaichi mengenai China”.

“Siapa pun yang berani mengganggu upaya China untuk penyatuan kembali dalam bentuk apa pun, China pasti akan membalas dengan keras,” tegas Sun dalam pernyataan tersebut.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, pada 13 November juga mengecam keras ucapan Takaichi dan menyatakan bahwa Beijing “tidak akan mentolerirnya”.

“Pihak Jepang harus segera memperbaiki kekeliruannya dan menarik kembali pernyataan yang tidak berdasar itu,” kata Lin.

Namun Takaichi menolak mundur dari posisinya. Ia mengatakan bahwa ia tidak berniat menarik kembali pernyataannya, meski berjanji ke depan tidak akan menyebutkan skenario spesifik secara terbuka.

Takaichi memang lama dikenal sebagai politisi berhaluan keras terhadap China (China hawk). Ia rutin berkunjung ke Kuil Yasukuni yang memicu sentimen negatif di China dan Korea, serta dikenal sebagai pendukung kuat Taiwan dan advokat peningkatan kerja sama keamanan dengan pulau itu.

Undang-undang keamanan Jepang yang disahkan pada 2015 memungkinkan Jepang menggunakan hak pertahanan kolektif dalam kondisi tertentu, termasuk jika terdapat ancaman nyata terhadap kelangsungan hidup negara.

Kontroversi semakin memanas setelah Xue Jian, Konsul Jenderal China di Osaka, memposting ancaman keras di platform X (kini dihapus) pada 8 November.

Ia menulis ancaman untuk “memutus leher kotor itu tanpa ragu sedetik pun”, merujuk pada artikel berita tentang komentar Takaichi.

Menlu Jepang Toshimitsu Motegi pada 13 November mengecam unggahan tersebut sebagai “sangat tidak pantas”.

“Kami mendesak pihak China mengambil langkah yang tepat agar hal ini tidak mengganggu arah besar hubungan Jepang–China,” ujar Motegi yang sedang menghadiri pertemuan G7 di Kanada.

(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved