"Warga lain sudah mengungsi ke rumah keluarga mereka, kalau yang lain tetap bertahan dan membersihkan rumahnya, tapi tetap was-was dengan hujan susulan," tuturnya.
Meski berkali-kali mengalami hal serupa, Yusuf dan warga lainnya tetap bertahan.
Yusuf berharap ada solusi nyata dari pemerintah agar Talumolo tak lagi menjadi langganan banjir."Kami ingin ada perhatian. Kalau terus begini, sampai kapan kami harus hidup dalam kekhawatiran setiap kali hujan turun?" tutup Yusuf.
Baca juga: Tak Bisa Tidur Nyenyak Saat Hujan, Mince Napu Curhat Soal Banjir Leato Gorontalo
Sementara itu, Mei Tantu dan Wati Tantu hanya bisa pasrah. Banjir bandang yang menerjang Kelurahan Talumolo, Kecamatan Dumbo Raya, Kota Gorontalo, sore tadi, telah menghancurkan persiapan mereka untuk menjalani ibadah puasa.
Di antara banyak kerugian yang mereka alami, kehilangan stok beras menjadi hal paling berat.
Beras yang telah mereka siapkan khusus untuk bulan puasa kini rusak, bercampur lumpur, tak lagi bisa dikonsumsi.
"Pokoknya beras, gula, supermie, telur untuk puasa semua rusak," ujar Mei dengan nada sedih.
Banjir datang begitu cepat, membuat Mei dan warga lainnya tak punya waktu untuk menyelamatkan barang-barang mereka.
Saat air mulai naik sekitar pukul 15.00 Wita, Mei sedang memasak untuk persiapan berbuka puasa di dapurnya.
Tiba-tiba, air bah dari arah jembatan hanya beberapa meter dari rumahnya langsung menerjang permukiman warga.
Baca juga: 185 Jiwa Terdampak Banjir di Talumolo Gorontalo, BPBD Turun Tangan
"Air dari sebelum Magrib, tanggul roboh di sebelah," kata Mei sambil terus membersihkan lumpur yang menutupi lantai rumahnya.
Volume air yang besar membuat tanggul tak mampu menahan arus deras.
Air langsung meluap dan menggenangi puluhan rumah di Talumolo.
Hingga kini, Mei dan Wati masih berusaha keras membersihkan rumah mereka dari lumpur.
Bekas banjir terlihat jelas di dinding rumah, menandakan ketinggian air yang hampir mencapai satu meter.
Tak hanya dapur, material lumpur juga memenuhi teras dan ruang utama rumah mereka.
Barang-barang yang masih bisa diselamatkan, seperti pakaian dan beberapa perabotan, terpaksa disusun di atas kursi agar memudahkan proses pembersihan. (*)