Jumlah penari biasanya terdiri dari 3-6 pasang penari pria dan wanita.
Dalam pertunjukan tari saronde, penari menari dengan gerakannya yang lincah dan khas serta memainkan kain selendang yang digunakan sebagai atribut menarinya.
Sembari menari, calon pengantin pria bisa melirik ke calon pengantin perempuan untuk mengetahui bagaimana calon istrinya.
Di sisi lain, mempelai perempuan perlu memperlihatkan bahwa dirinya sedang diperhatikan mempelai pria.
Tarian Saronde ini masih dipertahankan dalam rangkaian adat pernikahan hingga saat ini.
Hal ini sebagai upaya mempertahankan tradisi budaya yang sudah ada, selain karena dengan adanya tarian ini momen pernikahan meninggalkan makna yang dalam dan tidak bisa ditinggalkan begitu saja.
Namun, selain dijadikan sebagai tarian dalam pernikahan, tarian ini juga disajikan sebagai salah satu bagian dari prosesi adat, dan sebagai tari pertunjukan.
Para penari tari saronde mengenakan busana khas Gorontalo lengkap dengan selendang sebagai atributnya.
Tarian Molapi Saronde ini resmi tercatat sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) Indonesia sejak 2013. Ini jadi satu dari 30 budaya Gorontalo yang masuk WBTB.
Jika dirunut, tarian Saronde sudah ada sejak 1525 masehi. Bermula saat islam mulai masuk ke Gorontalo.
Saat itu seorang Olangia (raja) bernama Amai, menjadikan islam sebagai agama kerajaan.
Melihat kondisi patung sepasang penari saronde, netizen Gorontalo bereaksi. Mereka ramai-ramai mengomentari foto yang diposting Rosyid Azhar di akun facebook pribadinya.
“Atiolo, 1 Gorontalo nyanda bisa beli akang skincare ? Padahal itu Patung Welcome to Hulondhalo City,” tulis Arizavana.
Seorang perupa kawakan Gorontalo, Pipin Art bahkan memberikan ide mengganti sepasang patung ini dengan patung logam. Ini agar lebih awet dan tahan lama katanya. (*)