Berita Kota Gorontalo
Baru Setengah Tahun, Pajak Kuliner Kota Gorontalo Sudah Tembus Rp 11 Miliar
Badan Keuangan Kota Gorontalo mencatat, hingga 26 Juli 2025, realisasi Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) Makanan dan Minuman
Penulis: Herjianto Tangahu | Editor: Wawan Akuba
Namun, untuk menjaga akurasi dan kejujuran pelaporan, Badan Keuangan tetap aktif melakukan pengawasan.
"Namun tentu Badan Keuangan tetap melakukan pengawasan rutin apakah laporan dari wajib pajak sesuai dengan kondisi di lapangan. Setiap hari kita pantau, kita akan bandingan dengan penyetoran yang dilakukan," jelasnya.
Di lapangan, Badan Keuangan menemukan fakta menarik, ada beberapa kafe yang sangat ramai dengan pengunjung, namun kontribusi pajaknya rendah. Mengapa?
"Beberapa kafe justru menjadi tempat orang berkerumun, frekuensi orang duduk lebih lama daripada apa yang ia beli," ungkap Yanto.
"Sebagai contoh orang yang datang membeli makanan dan minuman, namun ia menetap lama, memang ramai tapi transaksi yang terjadi hanya sekali saja," bebernya.
Dengan fakta ini, tidak serta merta melihat tempat itu ramai kemudian kita vonis transaksinya banyak.
Fenomena ini menurut Yanto banyak terjadi di warung kopi yang menyediakan wifi gratis.
Berbeda dengan restoran di pusat perbelanjaan, di mana pengunjung datang hanya untuk makan lalu pergi.
Saat ini, potensi usaha kuliner di Kota Gorontalo disebut cukup besar. Namun dari ratusan yang ada, baru sekitar 300-an yang tercatat sebagai wajib pajak PBJT.
"Di Kota Gorontalo ada banyak potensi PBJT makanan dan Minuman, namun yang baru terdata di badan Keuangan Kota Gorontalo baru sekitar 300 an," ungkapnya.
Mengapa masih sedikit yang terdata? Jawabannya bukan soal teknis, melainkan soal pola pikir.
"Kendala paling besar dalam pemungutan ini adalah merubah mindset pengusaha, itu yang salah," imbuhnya.
Yanto menekankan, pajak ini sebenarnya tidak dibebankan kepada pemilik usaha, melainkan kepada konsumen yang menikmati jasa makanan dan minuman itu.
Sebenernya kata dia pajak tersebut memang dikhususkan untuk siapapun yang ingin menikmati jasa layanan yang diberikan.
"Bukan pengusaha makanan atau minuman yang bayar, tetapi orang yang makan dan minum yang mereka sebenarnya adalah yang menikmati jasa," pungkasnya. (*/Jian)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.