Lipsus Ikan Nike Gorontalo
Asal Muasal Ikan Nike Gorontalo Terungkap, Ternyata Bukan Endemik dan Punya 13 Spesies
Selama bertahun-tahun, status ikan Nike menjadi misteri bagi masyarakat Gorontalo.
Penulis: Herjianto Tangahu | Editor: Fadri Kidjab
TRIBUNGORONTALO.COM – Selama bertahun-tahun, asal muasal ikan Nike menjadi misteri bagi masyarakat Gorontalo.
Ikan kecil ini diyakini muncul tanpa induk, sesuai dengan cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun.
Keyakinan ini begitu kuat sehingga ikan Nike dianggap sebagai spesies endemik yang hanya ditemukan di Gorontalo.
Namun, anggapan tersebut mulai terbantahkan sejak tahun 2017.
Sekelompok akademisi dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo (FPIK UNG), yang dipimpin oleh Femy M Sahami bersama Abd Hafidz Oli'i, Sri Nuryatin Hamzah, Sitty Ainsyah Habibie, dan Nuralim Pasisingi, melakukan penelitian ilmiah menggunakan pendekatan genetika molekuler DNA.
Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa ikan Nike bukanlah hewan endemik.
Hewan endemik merupakan hewan yang hanya bisa ditemukan secara alami di satu lokasi spesifik, misalnya di sebuah pulau, wilayah tertentu, atau zona ekologi khusus.
Femy menyatakan bahwa riset ini bermula dari kegelisahan ilmiah terhadap narasi kuat cerita rakyat yang berkembang di masyarakat.
“Saat itu kami bertanya (kepada warga) mengenai asal-usulnya. Jika hanya berasal dari cerita rakyat, secara ilmiah sulit dibuktikan dan terkesan tidak masuk akal,” jelas Femy kepada TribunGorontalo.com, Senin (28/7/2025).
Penelusuran dilakukan dengan pendekatan genetika molekuler DNA, bahkan hingga tahap disertasi. Dari proses pengujian di laboratorium, Femy menemukan adanya perbedaan spesies ikan Nike.
“Dari lima sampel yang dikirim, saya menemukan empat spesies ikan Nike yang berbeda-beda,” ungkapnya.

Eksplorasi kemudian diperluas ke pesisir selatan Gorontalo, meliputi Paguyaman, Taludaa, Bilungala, hingga Marisa. Selain itu, pada waktu yang hampir bersamaan, beberapa rekan akademisi dari berbagai daerah di Indonesia Timur juga melakukan penelitian serupa.
Penelitian tersebut mereka lakukan di Muara Jengki Manado, Sungai Poigar Tondano, hingga Pulau Halmahera, Maluku.
“Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa ikan Nike juga ditemukan di sana, dengan spesies yang sama,” terang Femy.
Hasil ini menegaskan bahwa ikan Nike tidak secara eksklusif hanya ada di Gorontalo. Namun, Gorontalo memang memiliki populasi ikan Nike yang jauh lebih melimpah.
“Di luar daerah juga ada, tetapi tidak sebanyak di Kota Gorontalo, Marisa, dan Paguyaman,” tegasnya.
Riset berlanjut hingga berhasil memetakan 13 spesies ikan Nike, antara lain Sicyopterus longifilis, Sicyopterus lagocephalus, Sicyopterus cynocephalus, Sicyopterus parvei, Sicyopterus microcephalus, Belobranchus belobranchus, Belobranchus segura, Stiphodon semoni, Eleotris fusca, Eleotris melanosome, Awaous ocelaris, Sicyopus zosterophorus, dan Bunaka gyrinoides.
Di antara semua spesies tersebut, Sicyopterus longifilis adalah spesies yang paling sering dijumpai. Perbedaan masing-masing spesies dapat dikenali dari pola melanofor (pigmen) yang membentuk corak unik, ada yang lurus, zig-zag, hingga bentuk lain.
Penelitian juga menyingkap keterkaitan genetik antara larva Nike dan induknya yang berada di hulu Sungai Bone dan Sungai Bulango.
“Induknya ada di sana. Ini bisa dibuktikan karena saya menggunakan analisis DNA,” ujar Femy.
Temuan ini semakin memperjelas siklus hidup ikan Nike. Femy menjelaskan bahwa ikan ini mengalami perubahan fisik ketika melewati beberapa fase hidup.
“Ikan Nike akan berubah warna menjadi kehitaman ketika ia masuk sungai,” katanya.
Baca juga: Perjuangan Nelayan Gorontalo Cari Nike, Berjibaku dengan Cuaca Buruk hingga Tidur di Tepi Laut
Mitos dan Konservasi
Di balik riset ilmiah ini, masyarakat Gorontalo tetap mempertahankan kisah lama mengenai asal-usul ikan Nike.
“Ikan Nike adalah hasil hubungan antara raja laut dan ratu sungai, serta versi hubungan antara saudara kandung,” tutur Femy, menceritakan mitos yang berkembang di masyarakat.
Temuan 13 spesies Nike juga mengungkap perilaku unik larva-larva ini yang hidup bergerombol meskipun berasal dari spesies berbeda.
Menurut Nuralim Pasisingi, Ketua Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan (MSP) FPIK UNG, fenomena ini dikenal dalam ilmu biologi perikanan. Ia bahkan melakukan eksperimen di akuarium dan menemukan bahwa ada spesies Nike yang mampu bertahan hingga tiga bulan, sementara yang lain hanya bertahan tiga hari.
“Spesies Nike yang mampu bermigrasi ke bagian paling hulu sungai adalah Nike yang memiliki kondisi fisik yang kuat,” jelas Nuralim.
Masyarakat Gorontalo mengenal beberapa spesies ini dengan nama lokal seperti Timundu’o, Hundala, dan Busala.
Penelitian tentang ikan Nike kini meluas ke berbagai aspek, mulai dari biologi perikanan, konservasi, pencernaan, hingga ekologi perilaku.
“Kami membuat seperti payung besar. Ada yang meneliti bagian biologi perikanan, konservasinya, biologi khusus, dan bagian pencernaan. Sekarang ada satu mahasiswa yang sedang meneliti apa saja yang dimakan ikan Nike, sampai detail seperti itu,” ungkap Nuralim.
Para peneliti kini menyoroti tantangan besar, yaitu ancaman penangkapan ikan Nike secara masif setiap kali larva muncul. Zonasi penangkapan dan larangan praktik menggunakan listrik menjadi solusi utama yang didorong.
“Ke depan, rencana kita adalah bagaimana mengkonservasikan ikan Nike ini agar tetap ada sampai anak cucu kita nanti," tutupnya.
(TribunGorontalo.com/Herjianto Tangahu)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.