Pemilu Serentak Dihapus

Pemilu Serentak Dihapus, Ketua DPRD Kota Gorontalo: Kita Menunggu Hasil Final

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Gorontalo Irwan Hunawa menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Pemilihan Umum (Pemilu) serentak

Penulis: Jefry Potabuga | Editor: Fadri Kidjab
TribunGorontalo.com/Jefry Potabuga
PEMILU SERENTAK -- Ketua DPRD Kota Gorontalo Irwan Hunawa saat ditemui TribunGorontalo.com pada Rabu (2/7/2025). Irwan menanggapi perihal putusan MK tentang penghapusan pemilu serentak. 

TRIBUNGORONTALO.COM – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Gorontalo Irwan Hunawa menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Pemilihan Umum (Pemilu) serentak dihapus.

Menurut Irwan, keputusan MK sifatnya mengikat namun masih perlu tindak lanjut.

"Keputusan MK itu final mengikat tetapi itu harus diundangkan dan dimasukkan ke undang-undang Pemilu lagi," ungkapnya saat dihubungi TribunGorontalo.com, Rabu (2/7/2025).

Sepengetahuan Irwan, saat ini putusan MK masih dibahas Komisi II DPR-RI sesuai dengan instruksi Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto.

"Itu masih dibahas di komisi II atas perintah presiden. Itu yang akan diundangkan. Sehingga kita di daerah menunggu hasil finalnya seperti apa," jelasnya.

Baca juga: Kejaksaan RI Buka Pendaftaran PPPK Tenaga Kesehatan Hari Ini 2 Juli 2025, Cek Formasi dan Jabatan

Irwan membeberkan dinamika perubahan kekuatan peta politik dengan adanya penghapusan pemilu serentak.

"Namanya politik semuanya bisa berubah-rubah, apa yang kita lihat hari ini tidak sama dengan besok," ujarnya.

Meski demikian, Irwan menilai putusan MK dapat berdampak positif bagi kelangsungan pemilu di masa mendatang.

"Itu roh dari semua putusan itu, tetapi secara politis artinya ini kan untuk membuat kualitas pemilu yang lebih baik," terangnya.

Sebagai informasi, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.135/PUU-XXII/2024 yang mengabulkan sebagian permohonan uji materiil UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UU.

Penyelenggaraan pemilu serentak antara pemilu nasional yakni pemilihan anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dengan pemilu daerah (lokal) yakni memilih anggota DPRD (provinsi, kabupaten/kota) dan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota.

Jeda waktu kedua pemilu itu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan.

Baca juga: Kejaksaan RI Buka Pendaftaran PPPK Tenaga Kesehatan Hari Ini 2 Juli 2025, Cek Formasi dan Jabatan

Pimpinan DPR Belum Bersikap

Melansir dari Kompas.com, Ketua DPR RI Puan Maharani menyebut, DPR belum mengambil sikap terkait putusan MK tersebut. Sebab, lembaga legislatif itu akan mencermati lebih dulu putusannya.

"Nantinya dari DPR sesuai dengan mekanismenya, tentu saja akan mengambil langkah-langkah atau mencermati hal tersebut untuk kemudian mencari langkah-langkah yang akan kita ambil," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025).

Mantan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) ini mengakui, putusan MK akan berdampak pada sejumlah undang-undang (UU), tidak terkecuali UU Pemilu. Oleh karena itu, Puan mengatakan, pihaknya juga akan membahas UU Pemilu pascaputusan itu.

"Tentu saja itu akan ada efeknya ke Undang-Undang Pemilu. Tapi undang-undang pemilunya juga belum kita bahas, karenanya DPR dan Pemerintah akan mencermati keputusan dari MK tersebut," ujar Puan.

Namun, puan menyebut, sudah mendapat masukan dari pihak pemerintah, termasuk Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sebab, dia mengungkapkan, DPR dan pemerintah memang sempat membahas putusan MK saat rapat dengan Kemendagri dan Kemensetneg baru-baru ini.

Hanya saja, menurut Puan, belum ada keputusan apa pun yang diambil terkait putusan MK tersebut. "Belum diambil keputusan (apakah akan bentuk Pansus). Kemarin baru mendengarkan masukan dari pemerintah. Dan pemerintah akan mencermati keputusan dari MK tersebut," kata Puan.

Secara terpisah, Wakil Ketua DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Adies Kadir mengatakan, banyak pihak menyampaikan keberatan atas putusan MK tersebut.

Dia mengungkapkan, keluhan itu diketahui setelah DPR mengundang pemerintah dan penyelenggara pemilu dalam rapat terbatas untuk membahas putusan MK tersebut.

Menurut Adies, banyak pihak yang bersepakat bahwa putusan itu menimbulkan perdebatan hukum, dan kekhawatiran akan dampaknya terhadap pemerintahan ke depan.

Sebab, putusan MK itu dinilai bisa bertentangan dengan konstitusi, khususnya Pasal 22E dan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemilu legislatif, termasuk DPR, DPD, dan DPRD, harus dilaksanakan dalam satu rezim pemilu setiap lima tahun.

“Di sana dinyatakan bahwa DPR, DPD, DPRD itu masuk rezim pemilu dalam waktu lima tahun. Terus ada rezim pilkada, dan ini kan rezim pilkada dengan rezim pemilu juga dianggap sama. Itu kan ada banyak perdebatan publik juga,” kata Adies di Gedung DPR RI, Selasa. 

Dia pun mengingatkan bahwa pelaksanaan pemilu secara serentak yang saat ini dijalankan juga berdampak hasil putusan MK sebelumnya.

Adies menjelaskan bahwa Putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019 memberikan enam pilihan desain untuk keserentakan pemilu.

“Memberikan enam pilihan dan dipilih satu. Itu kan juga putusan MK yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam melaksanakan pemilu,” ujar Adies.

 

Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com

 

https://nasional.kompas.com/read/2025/07/02/13491671/respons-dpr-dan-pemerintah-soal-putusan-mk-pisahkan-pemilu-nasional-dan?page=all&utm_source=Google&utm_medium=Newstand&utm_campaign=partner

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved